Kepala SLB-B YRTRW Raih Juara Satu Kepala Sekolah Berdedikasi Tingkat Jawa Tengah
SOLO- Mengawali karier
sebagai pendidik anak berkebutuhan khusus sejak 1 September 1985 ketika tinggal
di pulau Kalimantan hingga sekarang tak menyurutkan semangat Bapak Sutandi,
S.P.d untuk tetap terus berprestasi. Kini, diusianya yang menginjak 55 tahun ia
terpilih sebagai juara satu kepala sekolah luar biasa (SLB) tingkat dasar berdedikasi
se Jawa Tengah pada, Rabu (27/05) di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP)
Semarang. Oleh karena itu, beliau berhak mewakili provinsi Jawa Tengah untuk
mengikuti seleksi kepala sekolah luar biasa (SLB) tingkat dasar berdedikasi di
level nasional yang dilaksanakan oleh kementerian pendidikan di Jakarta pada bulan
Agustus mendatang.
“Alhamdulillah wa
syukurillah, saya memperoleh juara pertama,” ungkap Bapak dua anak ini yang
memiliki hobi membaca.
Menurut Bapak Sutandi,
S.P.d, yayasan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) Solo di bawah bidang pendidikan memiliki
sebuah lembaga pendidikan SLB yang beralamat di jalan Gumunggung RT 01/II,
Gilingan, Banjarsari, Solo dengan nama di akta pendiriannya adalah Sekolah Luar
Biasa Yayasan Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara (SLB-B YRTRW) Solo. Beliau mulai
menjadi pendidik di SLB-B YRTRW Solo setelah dimutasi dari Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) Negeri Sungai Malang Amuntai, Provinsi Kalimantan Selatan pada
tahun 2004 dan semenjak itu pula ia mulai mengenal dan ikut mengaji di yayasan
MTA. SLB-B YRTW sendiri adalah sekolah yang khusus mendidik anak berkebutuhan
khusus tuna runggu.
“Saya mengenal MTA sejak
bulan Agustus tahun 2004,” ujar kepala SLB-B YRTRW sejak 2010 hingga sekarang.
Sebagai pendidik, beliau
menceritakan suka dukanya saat mengajar siswa-siswi berkebutuhan khusus. Walau
telah mengajar siswa-siswi berkebutuhan khusus selama 30 tahun, ia lebih
merasakan pengalaman mengajar yang menyenangkan ketimbang yang tidak
menyenangkan. Beliau merasa senang tatkala anak didiknya mampu mengucapkan sebuah
kata atau pun kalimat sederhana dengan baik dan benar serta mengerti maknanya
yang sebelumnya dia belum mengerti sama sekali. Selain itu, beliau merasa
bangga menjadi pendidik ketika anak didiknya mampu meraih prestasi baik di
tingkat Sekolah, Kota, Provinsi maupun nasional. Di sisi lain, ia merasa kurang
nyaman ketika menghadapi anak yang malas saat belajar. Akan tetapi, beliau
merasa lebih bangga lagi bila anak didiknya mampu mengamalkan tuntunan agama.
“Ternyata (anak didik) akan
lebih istiqomah dalam menjalankan agamanya, yang mana kalau sudah tersentuh
hatinya,” harap bapak Sutandi yang meraih gelar S1 di Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Bandung tahun 2002.
Diakhir perjumpaannya,
beliau berpesan kepada orangtua yang dianugerahi oleh Allah SWT putra yang
memiliki kebutuhan khusus untuk tidak merasa malu dan tidak mengucilkan anak
tersebut. Menurut beliau, dibalik keterbatasan anak berkebutuhan khusus
tersebut Allah SWT memberikan suatu kelebihan dibalik kekurangannya itu.
“Harus disekolahkan, di
didik dan dilayani sama dengan anak yang normal lainnya,” pungkas pria asli
Boyolali yang lahir pada 25 maret 1960.
Bapak Sutandi memulai
pendidikannya dari Sekolah Dasar (SD) di Boyolali tamat tahun 1972 dan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di Karanganyar Jawa Tengah tamat tahun 1976.
Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Kota Solo yakni di STM Negeri 1
Solo lulus tahun 1980 dan Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) Negeri
Solo lulus pada tahun 1984. Serta menyelesaikan studi Strata satunya di
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada tahun 2002. Beliau pernah meraih
penghargaan sebagai juara tiga guru berdedikasi tingkat kota Surakarta pada
tahun 2012 dan juara satu kepala sekolah berdedikasi tingkat Kota Surakarta
pada tahun 2015. [Abdul Wahid]
Komentar
Posting Komentar