Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2016

Analisis cerpen Basa-basi Karya Jujur Prananto dengan Teori Sastra Profetik

Gambar
Pendahuluan Pada hakikatnya sastra adalah karya seni dalam bentuk bahasa. Sastra berisi tentang ungkapan ekspresi, kegelisahan, pemikiran, perenungan yang dihasilkan dari refleksi manusia terhadap keadaan dan realita kehidupan. Selain itu, sastra adalah bahasa kebebasan. Yakni bahasa yang mengandung nilai estetika (keindahan). Karya sastra sebagai karya seni adalah bagian dari unsur-unsur kebudayaan yang bersumber pada rasa, terutama rasa keindahan yang ada pada diri manusia. Karena sastra adalah media bagi penulis untuk menyampaikan pesan kritis kepada pembaca dengan bahasa yang estetik (indah). Sastra Profetik muncul karena manusia kembali pada dirinya dan Tuhannya. Sastra Profetik harus memiliki relevansi keagamaan (sastra sufi) dengan hal-hal yang bersifat keduniaan.

The Billionaire, Film Keren Buat Calon Pengusaha Muda

Gambar
Sebuah film keren yang mengisahkan seorang pengusaha muda bernama Top Ittipat. Cerita di film ini bermula saat Top Ittipat berusia 16 tahun. Ketika itu dia merupakan pecandu game online.

Gareng Pung Media Kreatif

Gambar
Kearifan lokal merupakan satu ciri khas yang hanya dimiliki oleh suatu daerah secara umum maupun secara khusus. Kearifan lokal juga bermakna kecerdasan yang hanya dimiliki oleh suatu daerah dengan berbasis budaya masyarakat setempat. Selain itu, kearifan lokal selalu beranalogi dengan wilayah atau daerah, karena kearifan lokal merupakan sebuah budaya turun temurun yang ada dan diyakini oleh masyarakat setempat. Kita sering terdengar istilah yang identik dengan kearifan lokal seperti “kejawen” (untuk daerah Solo), “Mbanyumasan” (untuk daerah Banyumas), “Cirebonan” (untuk daerah Cirebon), “Semarangan”(untuk daerah Semarang), “mataraman” (untuk daerah Yogyakarta) dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut merupakan sebuah analogi tentang esensi yang identik dengan daerahnya, baik itu budaya, bahasa, maupun makanan khas suatu daerah.

Siapa Sih Aku?

Gambar
Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Esa, Allah SWT, saya mengawali tulisan biodata narasi ini. Abdul Wahid . Nama yang bagus nan menawan ini disematkan oleh pakdhe saya yang pada saat itu berprofesi sebagai guru agama Islam di sebuah sekolah dasar negeri (SDN). Awalnya beliau memberi nama saya Abdurahman Wahid. Akan tetapi, nama ini oleh Bapak saya dipersingkat menjadi Abdul Wahid. Menurut Bapak saya, bila putra pertamanya ini di beri nama Abdurrahman Wahid, di rasa akan memberatkan diri saya. Bapak beralasan bahwa bila nama itu tetap disematkan kepada diri saya, maka secara tidak langsung saya dituntut untuk lebih baik atau minimal sama dengan sosok seorang ulama kharismatik bernama Abdurrahman Wahid. Hal yang melatarbelakangi pakdhe saya memberikan nama Abdurrahman Wahid kepada saya karena beliau adalah seorang “kyai NU” di desanya dan juga seorang pengagum sosok Gus Dur.