Awal Mula Pengajian Umum Ahad Pagi
S
|
ekembalinya Ustadz
Dullah dari Pulau Bali, ia langsung giat merintis kelompok pengajian yang
bertemakan kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah di sejumlah tempat. Kegiatan
dakwah itu antara lain menjadi penceramah di Balai Muhammadiyah, Nahdhatul
Muslimat Kauman dan Pengajian Tauhid yang dilaksakan tiap hari Ahad pagi di
Kemlayan, Serengan, Solo.
“Pengajian
Tauhid itu adalah pengajian yang diselenggarakan oleh orang Padang yang tinggal
di Kota Solo,” kata Ustadz Yoyok serta menjelaskan bahwa Pengajian Tauhid ini
bukan merupakan rintisan pengajian umum Ahad Pagi oleh MTA hingga saat ini. Pernyataan
ustadz Yoyok ini sekaligus meralat tulisannya Muhtaron Jinnan di dalam disertasinya.
Selang
empat tahun setelah mendirikan lembaga dakwah MTA, Ustadz Dullah mendapat
tawaran dari Abdullah Marzuki untuk menjadi penceramah di Pengajian Islam (PI).
Pengajian ini merupakan pengajian yang diikuti oleh karyawan penerbit Tiga
Serangkai. Kegiatan PI rutin diselenggarakan setiap hari Ahad pagi.
Selain
itu, Ustadz Dullah beserta jamaah MTA juga diajak oleh Abdullah Marzuki untuk
bergabung menjadi satu dengan Pengajian Islam (PI) yang telah didirikannya ini.
Organisasi gabungan antara MTA dengan PI kemudian diberi nama Majlis Pengajian
Islam (MPI). “Mulai tahun 1976 hingga 1979 MTA bergabung dengan PI. Kemudian
berdirilah MPI,” tutur Ustadz
Yoyok.
MPI
lahir, maka secara otomatis MTA menjadi organisasi nonaktif. Salah satu kegiatan dakwah yang mucul pada era ini adalah
pengajian umum Ahad pagi. Pengajian yang awalnya hanya untuk pegawai Tiga
Serangkai, akhirnya dibuka untuk umum. “Kegiatan yang muncul pada era MPI ini
adalah pengajian umum Ahad pagi,” ungkap Ustadz Yoyok.
Namun,
dikemudian hari timbul perbedaan pendapat antara Ustadz Dullah dengan Abdullah
Marzuki. Sehingga Ustadz Dullah memilih untuk kembali mengalihkan kegiatan MTA
ke kantor Pusat MTA di Semanggi, Pasarkliwon, Solo. “Jadi itu pecah (MTA dengan
PI), sama beliau (Ustadz Dullah) semua barang-barang (mesin ketik dan alat cetak)
di bawa ke Semanggi,” cerita Fathurahman yang merupakan murid gelombang pertama
pengajian Tafsir Al Qur’an MTA dan juru ketik brosur MTA.
Lebih
lanjut Pak Fathur bercerita tentang kekecewaannya tatkala hubungan MTA dengan
PI harus pecah ditengah jalan. “(Sekolah) Al Firdaus itu, dulu warga MTA juga
ikut membangun (gedungnya) sebelum pecah (dengan PI),” ungkapnya.
Setelah kejadian itu, Ustadz Dullah tetap menggelar kegiatan
pengajian Ahad Pagi. Sempat beberapa kali di kantor Pusat MTA. Kemudian pindah
di gedung pertemuan Mawar, Kemlayan. Baru dikemudian hari datanglah salah
seorang murid ustad Dullah yang bernama Mudzakir. Ia adalah karyawan pabrik
batik di Kemlayan. Kedatangannya untuk menawarkan bekas pabrik batik milik majikannya
yang sedang dikontrakkan.
“Pak
Dzakir itu kebetulan kerja di situ. Kemudian bisa di sewa. Pengajian Ahad Pagi
pindah di situ (bekas
pabrik batik),”
tutur Fathurahman yang kemudian menceritakan, di usia senjanya Mudzakir
mengabdikan diri sebagai pembuat minuman di SMA MTA Solo.
Pabrik
batik yang ditawarkan oleh Mudzakir akhirnya berhasil dikontrak oleh MTA. Hingga
akhirnya gedung itu di beli dan menjadi milik MTA hingga kini. Walaupun sudah
berhasil membeli gedung itu, namun warga sekitar menyatakan keberatan dan membuat
surat pernyataan yang berisi penolakan terhadap kegiatan pengajian MTA.
“Beliau
(Ustadz Dullah) sampai membuat aturan kalau (sepeda) masuk kampung ini harus dituntun.
Parkirnya pun juga di dalam,” tutur Fathurahman. Lalu ia melanjutkan ceritanya,
dengan adanya penolakan dari warga masyarakat ini akhirnya beberapa pengurus
MTA menemui warga masyarakat untuk mempertanyakan sikap mereka. “Akhirnya ya
sudah selesai. Tapi sama beliau (Ustadz Dullah) di minta berhati-hati,”
pungkasnya.
Gedung
pengajian umum Ahad Pagi MTA yang berada di Kemlayan, Serengan, Solo terakhir
digunakan sebagai tempat pengajian Ahad Pagi sekitar tahun 2008. Hal ini karena
jumlah peserta pengajian Ahad Pagi MTA semakin bertambah. Tempat tersebut sudah
tidak muat. Sempat beberapa kali pengajian Ahad Pagi bertempat di SMA MTA dan
Pagelaran Keraton Surakarta.
Kemudian
pengurus beserta warga MTA berembuk untuk menemukan solusi atas masalah
tersebut. Lalu muncullah ide untuk memanfaatkan tanah 1.500 meter persegi yang
dimiliki MTA sejak tahun 1990. Sebidang tanah itu terletak di depan Pura
Mangkunegaran. Awalnya tanah ini milik Kyai Siraj, seorang pengusaha di Solo.
“Saat
itu harganya 800 juta disuruh beli 720 juta. Uangnya dari warga kita juga,”
tutur bendahara umum MTA, Mansyur Mashuri, dalam artikel “Jamaah Sebagai
Tumpuan Hidup” pada majalah Isra’ edisi Februari 2012. Lebih lanjut ia
menambahkan, hanya dalam jangka waktu satu tahun, dana itu sudah terkumpul.
Pada
Sabtu, 3 Mei 2008. Acara peletakan batu pertama pembangunan gedung Pengajian
Ahad Pagi Majlis Tafsir Al Qur’an (MTA) dimulai. Tampak hadir pada acara
tersebut antara lain, Walikota Solo, Ir. Joko Widodo, Rektor Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Prof. Dr. Bambang Setiaji, Ketua MUI Surakarta, Prof
Dr. Zaenal Arifin serta pimpinan Pusat MTA, Al Ustadz Drs. Ahmad Sukina.
Setelah
memberikan kata sambutan, satu per satu para tokoh di kota bengawan ini
melakukan peletakan batu pertama. Sang peletak batu pertama pembangunan gedung
Pengajian MTA adalah Walikota Solo, Ir. Joko Widodo. Dilanjutkan oleh Rektor
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Prof. Dr. Bambang Setiaji, lalu Ketua MUI
Surakarta, Prof Dr. Zaenal Arifin. Kemudian diakhiri oleh pimpinan Pusat MTA,
Al Ustadz Drs. Ahmad Sukina yang membenamkan tiga buah batu beserta beberapa
cetok adonan semen.
Setahun
berselang. Di bawah guyuran hujan, pada Sabtu 9 Maret 2009. Gedung Pengajian
Ahad Pagi berlantai empat ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Pada waktu itu Walikota Ir. Joko Widodo hadir bersama istrinya,
Iriana Joko Widodo, yang mengenakan jilbab berwarna merah.
“Pengajian
umum ini diselenggarakan satu minggu sekali pada hari Minggu pagi (Pengajian
Umum Ahad Pagi), bertempat di Gedung MTA Jl. Ronggowarsito No. 111 A Surakarta
yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang
Yudhoyono pada tanggal 8 Maret 2009,” tulis sekretariat MTA dalam buku Profil
Majlis Tafsir Al Qur’an (MTA) Surakarta.
Sejak
era kepemimpinan Ustadz Dullah, materi pengajian Ahad Pagi disusun dalam bentuk
brosur yang berisi kumpulan ayat Al Qur’an dan Hadits yang disesuaikan dalam
satu tema. Brosur yang disusun murid-murid oleh Ustadz Dullah atas panduan
Beliau ini menjadi bahan kajian di pengajian Gelombang dan pengajian Kelompok
pada tingkat cabang MTA.
Tema-tema
pokok di dalam brosur terbitan MTA ini dapat diklasifikasikan menjadi empat
kelompok tema. Pertama adalah tema ”Islam sebagai Agama Tauhid.” Tema ini
berisi dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits tentang keharusan umat Islam untuk
bertauhid sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan Hadits. Kedua, tema tentang
”Sejarah Nabi Muhammad SAW” atau “Tarikh”. Materi ini berisi seputar sejarah
perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dalam menyebarkan Islam.
Ketiga,
tema tentang ”Rasulullah sebagai Suri Teladan yang Baik,” berbeda dengan tema
yang kedua, brosur yang membahas tema yang ketiga ini lebih menekankan pada
masalah akhlak Nabi Muhammad sebagai contoh dalam berbagai aspek kehidupan.
Keempat, tema tentang “Ibadah-ibadah yang Dicontohkan Rasulullah,” antara lain
masalah salat, zakat, puasa, haji, Qurban dan Aqiqah.
“Selain
keempat tema tersebut juga sesekali diedarkan brosur yang bertema
masalah-masalah yang sedang aktual dibicarakan masyarakat, misalnya tentang
terorisme,” ungkap Mutohharun Jinnan di dalam disertasinya.
***
Komentar
Posting Komentar