Tetap Berbakti Walau Beda Pendapat dengan Ayahanda
A
|
Foto Abah Thufail |
yahanda Ustadz
Dullah adalah seorang Kyai pengikut tarekat Naqshabandiyah. Sebagai pengikut tarekat
Naqshabandiyah, tentu Kyai Thufail Muhammad sangat akrab dengan praktik tahlil,
wirid, dan khaul. Sedangkan Ustadz
Dullah berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Pernah pada suatu ketika Kyai Thufail Muhammad
menegur langsung Ustadz Dullah saat menyampaikan materi pengajian tentang
contoh amalan bid’ah. Pada isiannya, Ustadz Dullah menyatakan bahwa tradisi
tahlilan dan tradisi khaul adalah contoh dari perbuatan bid’ah.
“Pernah dalam suatu forum, dai yang dikenal lantang
ini di tegur oleh ayahnya sendiri karena menyampaikan ceramah yang isinya
tentang tahlilan dan tradisi khaul sebagai bid’ah. Thufail Muhammad sebagai
penganut tarekat tentu sangat akrab dengan tahlil, wirid, dan khaul,” kata
putra Ustadz Dullah, Munir Ahmad, dalam disertasi “Kepemimpinan Imaamah dalam
Gerakan Purifikasi Islam di Pedesaan” karya Muhtaron Jinnan.
Ustadz Dullah juga memperlihatkan
dirinya sebagai ulama yang menentang keras segala tradisi yang tidak sesuai
dengan pokok-pokok ajaran Islam. Hal ini karena beliau ingin menyelamatkan umat
Islam dari keterbelakangan dengan mengajak kembali mempelajari dan mengamalkan
Al Qur’an dan As Sunnah. Walaupun memiliki pemikiran yang berbeda, hubungan
Ustadz Dullah dengan ayahnya tetap terjaga.
"Tapi dia itu Subhanallah. Dia itu tidak melarang ayahnya (pengikut tarekat)
dengan cara dakwahnya. Jalankan dengan caranya (sendiri) dengan maksimal. Dia
tidak mempengaruhi. Jalan (semua) tidak ada masalah. Dan tidak pernah
menyalahkan-nyalahkan kita walaupun berbeda pandang," jelas Habib Nuh yang
rumahnya sering didatangi oleh Kyai Thufail Muhammad di usia senjanya.
Di
sisi lain, Ibu Siti Khadijah menceritakan kehidupan keluarganya ketika tinggal
di samping perempatan Baturono, Pasarkliwon, Solo. Saat menempati rumah
kontrakan ini, Ustadz Dullah telah memiliki beberapa anak dari pernikahannya
dengan Salmah Bibi.
Rumah
kontrakan itu menjadi saksi bisu diskusi hangat antara Kyai Thufail Muhammad
dengan Ustadz Dullah. Bapak dan anak ini sering beradu argumen tentang
perbedaan pendapat dalam mengamalkan ajaran agama Islam. Pernah suatu ketika
mereka mengadakan munazara. Dimulai sekitar pukul 09.30 WIB hingga 01.00 WIB.
Posisi Ustadz Dullah dengan Kyai Thufail Muhammad sama-sama menghadap meja
dengan Al Qur’an di depannya. Mereka saling beradu argumen tentang amal Islam
dengan dasar masing-masing.
Peristiwa
ini sempat memicu amarah Kyai Thufail Muhammad hingga ia menggebrak meja.
Ustadz Dullah pun juga ikut menggebrak meja, tak mau kalah. Kejadian ini sontak
membuat seisi rumah heboh dan Siti Khadijah merasa ketakutan.
Setelah
selesai bermunazara, hubungan antara Kyai Thufail Muhammad dengan Ustadz Dullah
kembali normal. Begitu juga dengan kondisi rumah yang kembali tenang seakan
tidak pernah ada masalah.
“Kalau
Abah saya kan pendapatnya, sholat diqodho boleh, puasa diqodho dobel-dobel
boleh, nah ndak cocok itu. Tapi itu sudah diperbaiki semua sama Abdullah.
Alhamdulillah, akhir-akhir mau berangkat (pulang ke Pakistan) itu kan mulai
dekat di sini sama murid-muridnya Abdullah, ” ceritanya.
Meskipun memiliki pandangan yang berbeda tentang
amaliyah dalam menjalankan ibadah, Ustadz Dullah tak pernah mengingkari
baktinya. Secuil kisah tentang baktinya Ustadz Dullah diceritakan oleh tetangga
beliau yang bernama Habib Nuh Al Hadad.
Suatu ketika saat Kyai Thufail Muhammad membutuhkan
uang. Ia lalu meminta uang kepada Ustadz Dullah. Padahal saat itu Ustadz Dullah
juga tidak memiliki uang. Kemudian Ustadz Dullah menjual batu permata dan jam
tangan dengan harga murah agar segera mendapatkan uang. Lalu ia berikan uang
itu ke ayahnya.
"Saya kagum kepada hormatnya dia sama bapaknya.
Kalau Bapaknya perlu duit. Entah dari mana saja uangnya. di usahakan
dikasihkan. Itu kagum," ungkapnya seraya membantah dengan tegas pernyataan
bahwa Thufail Muhammad adalah pengikut Ahlul Bait.
***
Komentar
Posting Komentar