Merintis Pengajian Tafsir Al Qur’an
S
|
ebagai seorang
mubaligh yang berprofesi sebagai pedagang batu permata, Ustadz Abdullah Thufail
Saputro berkesempatan untuk keliling Indonesia, kecuali Papua. Berkat safari
bisnis yang dilakoninya, Ustadz Abdullah Thufail Saputro mampu melihat secara
langsung kondisi umat Islam Indonesia yang kurang memahami Al Qur’an. Ia juga
merasa prihatin tatkala menjumpai perpecahan antar umat Islam dan maraknya
praktik keagamaan yang menyimpang dari syariat Islam.
Di
kemudian hari, ia menyimpulkan bahwa agama Islam memang banyak dianut oleh masyarakat
Indonesia. Akan tetapi, secara substansi mereka jauh dari ajaran Islam yang
sebenarnya dan lebih terpengaruh oleh budaya setempat yang berhubungan dengan
praktik peribadatan yang mengandung syirik.
Berdasarkan
permasalahan semacam itu, muncullah ide dan keinginan dari Ustadz Abdullah
Thufail Saputro untuk membentuk satu lembaga dakwah Islam yang terdiri dari
seluruh elemen umat Islam di Kota Solo. Lembaga ini diharapkan dapat
menggalakkan dakwah guna membebaskan umat Islam dari sikap sinkretisme. Serta
menyeru umat Islam untuk kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
"Setelah
berkeliling di Indonesia, mempunyai suatu gagasan untuk mengembalikan Islam
yang sebenarnya, kembali kepada Al Quran dan Sunnah.” Ungkap Ustadz Suhadi,
saat dijumpai di Kantor Sekretariat MTA Pusat.
Ide
dan keinginan Ustadz Abdullah Thufail Saputro ini untuk pertama kalinya
disampaikan kepada khalayak umum di sebuah pertemuan ulama se-Solo Raya di
gedung Umat Islam Kartopuran, Solo. Sedangkan organisasi Islam yang hadir pada
waktu itu antara lain Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, PSII, dan Al-Irsyad. Hanya
saja, Ustadz Abdullah Thufail Saputro pada waktu itu tidak berafiliasi pada
salah satu organisasi Islam yang telah ada dan beliau juga tidak mempunyai
organisasi Islam untuk menjalankan roda dakwah.
Pimpinan
organisasi Islam se Solo Raya itu melakukan pertemuan sebanyak tiga kali.
Hasilnya peserta pertemuan ini tidak menyetujui adanya penyatuan dari beberapa
organisasi Islam untuk menjadi satu bentuk lembaga dakwah. Sedangkan untuk
menjawab permasalahan umat Islam yang dikemukakan oleh Ustadz Abdullah Thufail
Saputro itu dikembalikan kepada masing-masing organisasi Islam untuk membina
umat Islam.
“Pertemuan
berlangsung tiga kali dan dipimpin langsung oleh Abdullah Thufail Saputro. Pada
pertemuan yang terakhir menghasilkan suatu kesepakatan bahwa ide yang
dikemukakannya tidak dapat diterima,” ungkap Dahlan Harjotaruno dalam disertasi
“Kepemimpinan Imaamah dalam Gerakan Purifikasi Islam di Pedesaan” karya
Mutohharun Jinna.
Tidak
disepakatinya ide dan keinginan dari Ustadz Abdullah Thufail Saputro tersebut
tidak menyurutkan semangat juangnya untuk mendirikan sebuah lembaga dakwah
Islam yang mengajak umat Islam untuk kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Dengan semangat juang, kebulatan tekad dan penuh keikhlasan, Ustadz Abdullah
Thufail Saputro mendirikan pengajian tafsir dengan cara membentuk panitia
bayangan yang terdiri dari:
Ketua : Al Ustadz Abdullah Thufail Saputro
Sekretaris :
M. Ihsan
Bendahara :
Ahmad Sungkar.
Diawali
oleh tujuh orang peserta, dibukalah pengajian angkatan pertama dengan sebutan
pengajian gelombang pertama pada Senin, 19 September 1972 di ruang tamu rumah
kakak kandung Ustadz Dullah. “Di tempat ini dulu pertama kali buat pengajian
Tafsir Al Qur’an mas,” kata Siti Khadijah saat dijumpai dikediamannya.
Istilah
gelombang memiliki makna bahwa gelombang laut itu tidak pernah berhenti, tidak
pernah merasa lelah dan jenuh meskipun setiap saat harus berbenturan dengan
kerasnya batu karang. Demikian pula dengan mengikuti pengajian Tafsir Al Qur’an
di MTA. Tidak boleh mudah menyerah dalam mengamalkan hasil pengajian meskipun
banyak ujian yang dihadapi.
“(Kemudian)
berdirilah MTA di Solo ini. Saat itu (ustad Dullah) seorang diri. Baru disempurnakan
tahun 1974," ungkap Ustadz Suhadi, yang merupakan salah satu pimpinan
Pusat MTA.
Selang
tiga bulan berikutnya, Ustadz Dullah dengan penuh percaya diri mengumumkan
pembukaan pengajian Tafsir Al Qur’an gelombang kedua melalui radio amatir di
Kota Solo seperti radio ABC, milik Al Irsyad, dan RRI Surakarta. Dengan adanya
pengumuman pembukaan pengajian Tafsir Al Qur’an lewat radio tersebut, banyak
umat Islam yang mendaftarkan diri. Karena
banyaknya peserta yang
mendaftar, pengajian gelombang kedua ini dikelompokkan menjadi tiga bagian.
Masing-masing kelompok masuk pagi, sore, dan malam hari. Tiap kelompok ini
masuk tiga kali dalam satu pekan. Sedangkan untuk peresmian pengajian gelombang
kedua ini dilaksanakan pada hari Ahad, 16 Desember 1972, dihadiri oleh sejumlah
ulama tokoh fungsionaris Islam Surakarta dan masyarakat sekitar.
Pelan
namun pasti, ruang tamu rumah kakak kandung Ustadz Dullah tak mencukupi untuk menampung peserta pengajian
Tafsir Al Qur’an. Hal ini karena jamaah yang hadir semakin banyak jumlahnya.
Kemudian pengajian berpindah ke Masjid Marwah yang berada tak jauh dari
kediaman Siti Khadijah.
Melihat
peminat pengajian semakin banyak, beliau berpikir untuk segera memiliki gedung
pengajian sendiri. Akhirnya beliau membangun gedung pengajian yang dibantu oleh
seorang tokoh Muhammadiyah di Solo, Ibu Hajah Nuriyah Shabran beserta
keluarganya yang lain. Lalu dibangunlah gedung pengajian di atas sebidang tanah
yang sebelumnya telah dibeli di samping rumah Siti Khadijah. Hingga saat ini,
gedung pengajian tersebut masih digunakan sebagai kantor pusat MTA beralamat di
Jalan Serayu Nomor 12, Semanggi, Pasarkliwon, Solo.
"Ia
datang ke saya untuk pinjam uang. Katanya kepingin nyari tempat untuk membuat
pengajian. Nyari dapat itu. Sesudah itu dia mulai aktif di pengajian. Terus
berkembang,” cerita Habib Nuh, salah seorang tetangga Ustadz Abdullah Thufail
Saputro.
“Gedung
pengajian itu selesai dibangun dan diresmikan pada tanggal 23 Januari 1974 oleh
Dandim Surakarta 0735, Letkol Sugiarto, serta dihadiri para ulama dan pimpinan
organisasi Islam Solo Raya,” tulis sekretariat MTA dalam buku “Mengenal Yayasan
Majlis Tafsir Al Qur’an.”
Ustadz
Abdullah kembali membuka pendaftaran peserta pengajian Tafsir Al Qur’an untuk
gelombang tiga. Gelombang keempat, terdiri atas dua kelompok, di buka setelah
gedung baru selesai di bangun. Kelompok pertama menempati gedung baru dan
kelompok kedua bertempat di Sekolah Dasar Muhammadiyah Kebonan, yang berada di
dekat stadion Sriwedari Solo.
“Keempat
gelombang pengajian ini secara bergantian ditangani langsung oleh Ustadz
Dullah,” jelas pimpinan Pusat MTA, Ustadz Yoyok
***
Komentar
Posting Komentar