Dullah Tutup Balik Solo
Ustadz Abdullah menjadi imam sholah id di lapangan Manahan |
Pulau Bali menjadi daerah terakhir dalam safari
bisnis yang dilakoni Abdullah. Hal ini ditandai dengan kemunduran bisnis batu
permata yang telah dijalaninya selama 15 tahun. Berdasarkan kondisi yang demikian, Abdullah berencana kembali ke kota Solo. Ditambah lagi
ada pesan dari ayahnya, Abah Thufail, untuk melanjutkan kegiatan dakwahnya.
“Ayah dari ustad Abdullah kemudian menegur beliau,
karena jama’ah yang di Solo ditinggal semua. Sebenarnya sebelum pergi ke Bali
beliau sudah mengamanahkan pada seseorang, tapi karena menjaga amanah itu
berat, akhirnya jama’ahnya pun kocar-kacir,” tulis redaksi majalah Al Mar’ah yang bersumber
kepada anak pertama Ustadz Dullah, Aisyah, dalam artikel yang berjudul
“Ketegaran Al Ustadz” pada majalah Al Mar’ah No. 4/V, edisi Desember 2007.
Sepulang dari safari bisnisnya di Bali, Abdullah
membangun gagasan mengajak umat Islam kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Gagasan
ini, aktif beliau dakwahkan Islam di Kota Solo.
”Sepulang dari Bali dan kembali tinggal di Solo Al
Ustadz memulai dakwahnya dengan langkah baru. Segala sesuatu dihubungkan dengan
Al Qur’an dan As Sunnah.” Tulis redaksi majalah Al Mar’ah yang bersumber kepada
anak pertama Ustadz Dullah, Aisyah, dalam artikel yang berjudul “Ketegaran Al
Ustadz” pada majalah Al Mar’ah No. 4/V, edisi Desember 2007.
Lambat laun Abdullah semakin dikenal sebagai
seorang mubaligh dengan sebutan Ustadz. Masyarakat luas juga semakin antusias
mengikuti pengajiannya. Beberapa forum pengajian yang diampu oleh Ustadz
Abdullah antara lain pengajian selepas sholat Dhuhur di masjid Agung Surakarta
dan pengajian rutin tiap hari Ahad pagi di Balai Muhammadiyah Solo.
“Pengajian selepas sholat dhuhur (di masjid Agung
Surakarta) adalah pengajian yang diselenggarakan oleh pedagang pasar Klewer,”
kata Ustadz Yoyok menjelaskan.
Tak hanya di Kota Solo, Ustadz Abdullah juga sering
diundang untuk mengisi pengajian di luar kota. Salah satunya adalah mengisi
pengajian di kantor Muhammadiyah Kecamatan Bekonang, Kabupaten Sukoharjo. Di
tempat ini Ustadz Abdullah dengan lantang mengajak umat Islam untuk kembali
kepada Al Quran dan As Sunnah.
“Beliau ini pokoknya pegangannya (Al Qur’an dan As
Sunnah) kuat,” ungkap Fathurahman yang mengaku ibunya adalah ketua Aisyah
Kecamatan Bekonang, Kabupaten Sukoharjo dan sering mengundang Ustadz Abdullah
untuk memberikan ceramah.
Menurut Ustadz Yoyok, Ustadz Abdullah merupakan
tokoh atau guru yang mendapat kesempatan untuk mengisi pengajian di Balai
Muhammadiyah, jalan Teuku Umar No. 1, Solo. Namun, setelah mendirikan MTA
kesempatan Ustadz Abdullah menjadi pembicara di pengajian Muhammadiyah dicopoti
oleh pengurus Muhammadiyah. Tentang pencopotan tersebut, pengurus Muhammadiyah
beralasan bahwa mereka ingin memberi kesempatan kepada ustadz atau guru-guru
yang lebih muda untuk memberikan ceramah agama di kantor mereka.
“Untuk memberi kesempatan yang muda, begitu alasan
yang dikemukakan utusan yang datang ke kantor MTA yang kebetulan saya yang
menemui,” jelas ustad Yoyok saat
ditemui penulis di kediaman pribadinya.
Pola bisnis yang dilakoni Ustadz Abdullah turut
berubah sekembalinya di Kota Solo. Bisnis yang awalnya berjualan batu permata
dengan cara berpindah dari satu kota ke kota lain, kini menjadi menetap. Beliau
mendirikan beberapa toko reparasi jam dan batu permata di Pasar Klewer serta di
beberapa tempat yang lain.
“Di antara usaha yang dirintisnya (sekembalinya
dari Bali) adalah reparasi jam dan batu permata di Pasar Klewer dan di sejumlah
tempat di Kota Solo,” kata putra Ustadz Dullah, Munir Ahmad, yang ditulis oleh
Mutohharun Jinnan, dalam disertasi “Kepemimpinan Imaamah dalam Gerakan
Purifikasi Islam di Pedesaan.”
Perubahan pola bisnis yang dilakukan oleh Ustadz
Abdullah sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian keluarga. Penghasilan
yang diperoleh Ustadz Abdullah mulai menyusut dan mengakibatkan kondisi
perekonomian keluarga mengalami kesulitan.
“Cobaan pun datang, pada saat itu jaringan bisnis
diputus, dan hal ini sangat berpengaruh pada perekonomian keluarga beliau.
Untung saja sang istri, ibu Salmah Bibi, seorang wanita yang tanggap dan
hemat,” ungkap Aisyah, putri sulung Ustadz Dullah dalam artikel “Ketegaran Al
Ustadz” pada majalah Al Mar’ah, No. 4/V, edisi Desember 2007.
Meskipun kondisi keuangan keluarga sedang dilanda
kesulitan, tak membuat totalitas Ustadz Abdullah dalam mengajak umat Islam
kembali ke Al Qur’an dan As Sunnah kendur. Salah seorang murid Ustadz Abdullah,
Dahlan Harjotaruno, menceritakan kekagumannya sehingga Ustadz Abdullah mendapat
julukan Dullah Tutup.
Sebutan Dullah Tutup yang disematkan kepada Ustadz
Abdullah datang dari umat Islam yang sering mendengar pernyataan Ustadz
Abdullah, “Berapa Kurangnya? Saya yang tutup,” manakala ada masyarakat yang
mengeluh soal dana untuk akomodasi penyelenggaraan pengajian. “Itulah totalitas
beliau dalam dakwah bahkan beliau dalam berdagang juga pernah mengalami
kebangkrutan yang disebabkan bukan karena kesalahan perhitungan, tetapi karena
modal yang beliau miliki banyak yang disalurkan untuk kegiatan dakwah,” kata
Dahlan Harjotaruno seperti yang dikutip dari artikel berjudul “Ustadz “Dullah
Tutup” Sang Pendiri Majlis Dakwah MTA” di dalam majalah Respon edisi 268 tahun 2012.
***
Komentar
Posting Komentar