Kapal Otok-Otok dan Arum Manis yang Tak Pernah Absen di Sekaten

Solo,-Ditengah perjalananku menuju ke alun-alun selatan untuk mengikuti acara Maleman Sekaten Keraton Surakarta Hadiningrat terdengar suara adzan telah berkumandang di kota Solo. Kuputuskan mampir dulu ke masjid Agung Solo untuk menunaikan salat isya berjamaah di sana. Di usianya yang telah ratusan tahun, Masjid Agung kebanggaan masyarakat Kota Solo ini mungkin sudah memiliki ribuan cerita bagi umat Islam yang singgah untuk melaksanakan ibadah salat. Masjid ini memiliki ornamen-ornamen khas Jawa yang menghiasi tiang dan dindingnya. Selesai salat isyak kukendarai sepeda motorku untuk menuju tempat parkir yang berada tepat disebelah barat pintu utama alun-alun selatan dari arah bundaran Gladak.
Maleman Sekaten Keraton Surakarta Hadiningrat sendiri bagiku merupakan sebuah acara hiburan rakyat yang sangat murah meriah. Sejak aku kecil hampir enggak pernah sekalipun absen mengikuti acara Sekaten. Hampir semua elemen masyarakat kota Solo dan sekitarnya selalu menunggu-nunggu kapan acara ini digelar lagi dan selalu antusias ketika acara seperti ini digelar. Baik anak kecil, remaja, pemuda, maupun orang tua turut hadir untuk merasakan suasana meriahnya Sekaten. Bila dibandingkan dengan kita main ke wahana wisata yang ada permainan yang menantang andrenalin. Akan lebih murah ke Sekaten karena enggak ada tiket masuk ke lokasi. Walapun kalau mau naik ke wahana permainan seperti kora-kora memang harus merogoh kocek sendiri.

Tempat parkir yang kupakai penuh sesak sepeda motor pengunjung. Rp. 3000 uang yang harus aku kocek dari celana untuk membayar karcis parkir sepeda motor. Suara riuh pengunjung yang sedang menaiki wahana permainan komidi putar dan kora-kora semakin menambah gagap gempita gelaran maleman sekaten kali ini. Kususuri lapak demi lapak pedagang sekaten yang mayoritas menjajakan pakaian dan kerajinan tangan dari tanah liat.
Sepanjang jalan yang kutapaki, terlihat para penjual gerabah yang menjajakan hasil karyanya dari tanah liat. Ada juga pedagang yang menjual boneka, bantal, guling dan hiasan dinding seperti kaligrafi. Selain itu, juga ada yang jualan tas, dompet, sepatu dan sandal. Penuh sesak pengunjung yang turut berjalan melihat-lihat jualan para pedagang semakin membuat suasana kian meriah. Ketika perut mulai menampakkan bunyinya. Saat itu pula kuhampiri stand wisata kuliner untuk melihat-lihat makanan apa saja yang dijual (maklum, uang mepet, jadi mau beli makanan yang murah saja..). Di stand kuliner ini ada yang jualan makanan antara lain arum manis, kerak telor, martabak, srabi, mie ayam, bakso, dan Soto.
Sejenak kuhampiri lapak yang menjual kerajinan tangan dari tanah lihat. Kuamati jualannya sembari sesekali melihat pengunjung sekaten yang sedang tawar menawar dengan pedagang kerajinan tangan tanah liat tersebut. Aku pun juga mencoba untuk bertanya tentang berapa harga satu celengan yang berbentuk kotak yang di cat warna kuning mirip dengan salah kartun kesukaan adikku, spongebob. Sang penjual memberikan harga Rp. 40.000 kepadaku untuk satu celengan berbentuk kotak tersebut. Tanpa basa-basi dan akupun hanya tersenyum, akhirnya kuletakkan kembali celengan tersebut di tempatnya. Karena aku hanya membawa uang Rp. 30.000 di saku celana.
Hahahaha,.... terus entar aku makan apa kalau uangnya habis buat beli celengan, kataku dalam hati.
Kulanjutkan perjalananku menyusuri jalan setapak yang dipadati oleh pengunjung maleman sekaten kali ini. Mataku tertuju ke salah satu wahana permainan yang mengingatkanku tentang masa kecilku ketika main ke sekaten. Yaitu komidi putar. Dulu aku sangat senang sekali ketika menaiki kuda di komidi putar bersama kakak-kakak perempuanku. Walau pada akhirnya aku selalu merasa pusing dan mual setelah menaiki wahana permainan ini. Namun, kini gara-gara biar aku bias fokus mengerjakan tugas membuat feature tentang acara Maleman Sekaten Keraton Surakarta Hadiningrat. Akhirnya aku memilih main ke sekaten sendirian tanpa bersama keluarga yang biasa menemaniku menikmati gelaran acara ini. *ngenes.
Kulihat para anak-anak sedang menikmati wahana permainan kapal kayuh dengan raut muka yang ceria. Wahana permainan kapal kayuh ini sendiri yang berada tepat disamping wahana permainan untuk pengunjung yang sudah mulai beranjak dewasa yaitu Kora-Kora. Pengunjung yang manaiki wahana permainan kora-kora ini akan berteriak ketika perahu kora-kora itu berayun-ayun kencang. Semakin kencang kora-kora itu berayun, semakin kencang pula teriakan orang-orang yang sedang menaiki kora-kora tersebut. Disebelah kora-kora ada wahana permainan komidi putar sangkar burung begitu istilah yang seringku dengar sewaktu kecil. Walau sebenarnya orang umum menyebutnya dengan istilah bianglala- yang menjulang tinggi kelangit. Selain itu, ada juga permainan tong setan yang mempertontonkan aksi pengendara sepeda motor dan sepeda onthel yang berjalan cepat melintasi dinding bundar area tong setan. Pengunjung menontonya dari bagian atas. Wahana permainan rumah hantu yang berada persis disebelah wahana tong setan pun tak luput dari pengamatanku. Banyak pengunjung masuk ke wahana itu dengan wajah ceria dan keluar dengan wajah suram penuh peluh karena ketakutan.
Malam kian larut. Rasa kantuk mulai menghingapi ragaku yang menandakan bahwa aku mulai lelah untuk segera beristirahat. Segera kumenuju ke tempat parkir sepeda motor. Di tenggah perjalan menuju tempat parkir, kujumpai sederet pedagang arum manis dan kapal otok-otok. Memori di otakku kembali mengingat-ingat waktu aku masih kecil dulu. Ketika itu, sebagai bukti kepada teman sepermainanku kalau sudah menyaksikan Sekaten pasti oleh-olehnya adalah arum manis dan kapal otok-otok. Kini dusiaku yang sudah mulai lepas dari masa remaja, kedua benda ini tak pernah tergantikan oleh gadget-gadget modern dari barat sebagai khas Sekaten. Ikon mainan anak kecil yang akan selalu ada di hati masyarakat Kota Solo yang sederhana dan santun.
[Abdul Wahid]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah Penulisan Arab Melayu

Ringkasan novel Edensor

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili