Menjemput Senja di Seberang Hujan

Karya: Abdul Wahid

Gemetar jiwa ketika kulangkahkan kaki menjemput Senja.
Sebatang rokok menemaniku menjemput Senja.
Rokok mati diterpa lebatnya hujan ketika menjemput Senja.
Gemericik hujan mengiringi langkahku menjemput Senja.
Senja. Pipiku basah. Tergenang oleh air mata pengharapan.
Kini, air itu telah lenyap bergumul bersama hujan.


Termenung seorang wanita ditepian kebun teh.
Dingin. Dingin. Dingin. Begitu menggigil dingin yang ia rasakan.
Baju yang ia pakai tak luput dari terpaan hujan.
Hujan sore ini begitu ganas. Mengoyak. Mengiris. Menyabit. Hingga hatinya hancur berkeping-keping.
Senja memang indah. Tapi tak berarti apa bila hati sedang tergundah.

Ditengah hujan kuberlari.
Basah sudah semua kain yang kukenakan.
Hujan seakan menjadi saksi mimpiku yang lenyap.
Mimpi-mimpiku yang tersusun rapi di angan hilang.
Mimpiku menjemput asa. Mimpiku menjemput cita. Mimpiku menjemput Senja. Hanyut bersama hujan.

Ia masih termenung ditepi kebun teh.
Sendiri. Diam. Sunyi. Dingin. Tak ada mimpi dalam hatinya.
Ia pergi. Menjauh. Berlari. Menembus hujan. Menembus sunyi.
Meninggalkan secarik mimpi menikmati Senja bersamamu.
Mimpi yang terukir dalam lebatnya hujan.
Telah lenyap bersama Senja yang tak pernah bisa kujemput bersamamu.
Kentingan 27/042015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah Penulisan Arab Melayu

Ringkasan novel Edensor

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili