Biografi, Pemikiran, dan karya-karya Hamzah Fansuri
Pada abad ke XVII, kerajaan
Aceh mencapai zaman kejayaannya. Kerajaan Aceh pada masa ini banyak dikunjungi
oleh ulama dan orang-orang Muslim yang ingin menuntut ilmu Islam, baik dari
mancanegara maupun dalam negeri. Hal ini disebabkan karena Aceh pada waktu itu merupakan
tempat studi agama Islam yang terkenal di kepulauan Nusantara dan sekitarnya. Selama
di Aceh, orang-orang yang menuntut ilmu agama Islam ini bekerja sebagai
pengajar ilmu agama dan ada juga yang menjadi pengarang kitab dari berbagai
cabang ilmu pengetahuan. Salah satu cendikiawan yang turut menuntut ilmu di
Aceh ialah Hamzah Fansuri yang terkenal dengan ajaran tasawuf wujudiyah-nya. Kehidupan Hamzah Fansuri tidak terlepas dari
sejarah perjalanan penyebaran agama Islam di Nusantara. Hamzah Fansuri merupakan
orang pertama yang mempelopori pengembangan sastra Melayu di Nusantara dengan
aliran tasawuf wujudiyah yang diaplikasikan dalam kehidupan dan dipaparkan
dengan lirik sastra Melayu.
Hamzah Fansuri adalah
seorang cendikiawan, ulama tasawuf, sastrawan, dan budayawan terkemuka. Ia diperkirakan
telah menjadi penulis pada masa Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Alauddin
Riayat Syah Sayid al-Mukammal (1588-1604) dan dapat ditarik benang merah jika
Hamzah Fanshuri hidup antara pertengahan abad ke-16 hingga awal abad ke-17. Ia
berasal dari Fansur yakni sebuah kota pantai di barat Sumatera bagian utara,
arah ke selatan daerah Aceh (sekarang sebagian masuk dalam wilayah Sumatera
Utara). Ciri khas negeri Fansur itu adalah penghasil kapur barus yang sangat
terkenal di dunia pada saat itu. Ia sering melakukan perjalanan untuk menuntut
ilmu, antara lain ke Kudus, Banten, Johor, Siam, India, Persia, Irak, Mekah,
Madinah, dan lain-lain. Setelah pengembaraannya selesai, ia kembali ke Aceh dan
mengajarkan ilmunya. Pada mulanya ia berdiam di Barus lalu ke Banda Aceh,
kemudian ia mendirikan dayah di Oboh, Singkil.
Hamzah Fansuri termasuk
orang yang sangat gemar dan mementingkan dalam mencari ilmu, terutama ilmu
agama, khususnya tasawuf. Untuk itu, ia tidak segan-segan berpergian jauh dalam
waktu lama untuk tujuan itu. Namun, perjalanannya tidak hanya untuk mencari
ilmu pengetahuan tetapi juga untuk kepentingan amalan agama, terutama berkaitan
dengan ajaran tasawuf yang dianutnya. Hamzah Fansuri dapat dikatakan tokoh
tasawuf dari Aceh yang membawa faham wahdatul
wujud. Ajaran Hamzah Fansuri ini banyak bersumber dari pemikiran Ibnu
Arabi. Ajaran wahdatul wujud adalah
ajaran yang meyakini bahwa Tuhan dapat bersatu dengan makhluknya atau serupa
dengan pengertian pantheisme. Jasanya yang paling menonjol dalam bidang
pendidikan adalah usahanya memperkaya bahasa Melayu menjadi bahasa ilmu
pengetahuan yang tidak kalah dengan bahasa-bahasa ilmu pengetahuan dunia lain.
Oleh karena itu, Hamzah Fansuri dianggap sebagai perintis penggunaan bahasa
Melayu menjadi bahasa ilmu pengetahuan yang hingga kini semakin berkembang
pesat.
Pada
mulanya Hamzah Fansuri mempelajari ilmu tasawuf setelah menjadi anggota tarekat
Qadiriyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Jailani. Pengaruh Hamzah Fansuri
cepat tersebar di seluruh Nusantara terutama melalui pengajaran-pengajaran yang
beliau berikan selama perantauan ke berbagai tempat dan melalui karya-karyanya
yang tersebar di seluruh Asia Tenggara. Murid-muridnya pun tersebar pula di
mana-mana. Hamzah Fansuri tidak saja dikenal sebagai ulama tasawuf dan
sastrawan terkemuka tetapi juga seorang perintis dan pelopor pembaharuan yang
sangat besar bagi perkembangan kebudayaan Islam di Nusantara. Khususnya di
bidang kerohanian, keilmuan, filsafat, bahasa, dan sastra. Di bidang keilmuan,
Hamzah Fansuri telah mempelopori penulisan risalah tasawuf atau keagamaan yang
demikian sistematis dan bersifat ilmiah. Sebelum karya-karya Hamzah Fansuri
muncul, masyarakat Melayu mempelajari masalah-masalah agama, tasawuf, dan
sastra melalui kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia.
Hamzah Fansuri juga
telah berhasil meletakkan dasar-dasar puitika dan estetika Melayu. Dasar-dasar
puitika ini terekam dalam syair-syair Hamzah Fansuri yang diketahui tidak
kurang 32 untaian. Syair ini dianggap sebagai syair Melayu pertama yang ditulis
dalam bahasa Melayu, yaitu sajak empat baris dengan pola bunyi akhir a-a-a-a
pada setiap barisnya. Ciri-ciri sajaknya yang menonjol akhirnya dijadikan
semacam konvensi sastra atau puisi Melayu klasik. Pertama, pemakaian penanda
kepengarangan. Kedua, banyak petikan ayat Al Qur’an, Hadits, Pepatah, dan
kata-kata Arab. Itu menunjukkan derasnya proses Islamisasi untuk pertamakalinya
melanda bahasa, kebudayaan dan sastra Melayu abad ke-16. Ketiga, dalam setiap
bait terakhir syairnya selalu mencantumkan takhallus (nama diri), yaitu nama
julukan yang biasanya didasarkan pada nama tempat kelahiran penyair atau tempat
ia dibesarkan. Keempat, terdapat pula tamsil dan citraan-citraan simbolik atau
konseptual yang biasa digunakan oleh penyair-penyair Arab dan Persia dalam
melukiskan pengalaman dan gagasannya. Kelima, karena paduan yang seimbang
antara diksi atau pilihan kata, rima dan unsur-unsur puitik lainnya. Sumbangan
pemikiran selanjutnya mengenai kebahasaan dapat dibaca dalam syair-syair dan
risalah-risalah tasawuf Hamzah Fansuri. Hamzah Fansuri mempelopori pula
penulisan puisi-puisi filosofis dan mistis bercorak Islam. Sangat besar jasanya
dalam proses Islamisasi bahasa Melayu. Islamisasi bahasa sama saja dengan
Islamisasi pemikiran dan kebudayaan. Syair-syairnya bukan saja memperkaya
perbendaharaan kata bahasa Melayu tetapi juga mengintegrasikan konsep-konsep
Islam dalam berbagai bidang kehidupan dalam sistem bahasa dan budaya Melayu.
Kedalaman
kandungan puisi-puisinya sukar ditandingi oleh penyair lain yang sezaman bahkan
sesudahnya.
Bidang kebahasaan,
Hamzah Fansuri telah memberikan sumbangan pemikirannya. Pertama, sebagai
penulis pertama kitab keilmuan dalam bahasa Melayu. Ia telah berhasil
mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa intelektual dan ekspresi keilmuan yang
hebat. Dengan demikian, kedudukan bahasa Melayu di bidang penyebaran ilmu dan
persuratan menjadi sangat penting dan mengungguli bahasa-bahasa Nusantara
lainnya pada waktu itu. Oleh karena itu, pada abad ke-17 bahasa Melayu menjadi
bahasa pengantar pada berbagai lembaga pendidikan Islam. Bahkan digunakan pula
oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bahasa administrasi dan bahasa pengantar
di sekolah-sekolah pemerintah. Hal ini memberikan peluang besar terhadap bahasa
Melayu untuk berkembang maju dan dipilih serta ditetapkan menjadi bahasa
persatuan dan kebangsaan Indonesia pada dewasa ini.
Dalam bidang filsafat,
ilmu tafsir dan telaah sastra, Hamzah Fansuri telah mempelapori penerapan
metode takwil atau hermeneutika keruhanian. Sebagai contoh, dalam tulisannya
Rahasia Ahli Makrifat, Hamzah Fansuri menyampaikan analisisnya dengan tajam dan
dengan landasan pengetahuan yang luas mencakup metafisika, teologi, logika,
epistemologi, dan estetika.
Murid Hamzah Fansuri
yang terkenal ialah Syekh Syamsuddin bin Abdullah as Samathrani. Ia sangat
berpengaruh dalam kehidupan keagamaan di Kesultanan Aceh Darussalam, terutama
pada masa pemerintahan Sayid al Mukammal dan Sultan Iskandar Muda. Pendirian Syekh
Syamsuddin itu merupakan cerminan dari pendirian Hamzah Fansuri. Hal itu dapat
dilihat dari seluruh karya Syamsuddin, bahkan karyanya tersebut dapat dianggap
memperjelas pendirian Hamzah Fansuri. Salah satu pandangan dan uraian
Syamsuddin atas karya Hamzah Fansuri berjudul Ruba-i Hamzah Fansuri. Namun, setelah
Sultan Iskandar Muda meninggal, ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin mendapat
serangan hebat dari ulama besar lainnya yaitu Nuruddin Ar-Raniri dan Abdurrauf
Al Singkili. Bentuk dan sifat pertentangan ini berpangkal pada adanya dua
aliran dalam ilmu tasawuf yang memang sulit untuk dikompromikan. Aliran pertama
seperti sudah disebutkan yaitu wujudiyah, teori ini merupakan monisma (serba
esa). Menurut ahli tasawuf dari aliran itu, dunia hanyalah emanasi atau
pancaran dari inti sari yang tidak tercipta. Aliran yang kedua wihdatussyuhud yakni kesatuan
persaksian.
Pada zaman pemerintahan
Sultan Iskandar Muda sebenarnya telah ada benih-benih pertentangan kedua aliran
tasawuf tersebut tetapi dengan kebijaksanaan Sultan Iskandar Muda pertentangan
itu tidak sampai menimbulkan kekacauan dikehidupan keagamaan. Sesudah Sultan
Iskandar Muda mati maka Syekh Nuruddin Ar Raniri berhasil mempengaruhi Sultan
Iskandar Sani untuk meberantas ajaran-ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As
Samathrani yang dianggap olehnya sebagai ajaran sesat. Buku-buku karya Hamzah
Fansuri dan Syamsuddin as Samathrani dibakar dan dimusnahkan. Serta rakyat Aceh
dilarang menganut faham kedua tokoh tersebut.
Karya-karya Hamzah
Fansuri dapat disebutkan di kesusasteraan Melayu/Indonesia
antaranya adalah:
- Syair
Burung Pinggai, bercerita tentang burung pinggai
yang melambangkan jiwa manusia dan Tuhan. Dalam syair itu, Hamzah Fansuri
mengangkat satu masalah yang banyak dibahas dalam tasawuf, yaitu hubungan
satu dan banyak. Yang esa adalah Tuhan dengan alamnya yang beraneka ragam.
- Syair
Burung Pungguk, bercerita tentang hubungan manusia denga Tuhan.
- Syair
Perahu, melambangkan tubuh manusia sebagai perahu layar
di laut. Pelayaran itu penuh marabahaya. Apabila manusia kuat memegang
keyakinan akan Tuhan maka dapat dicapai suatu tahap yang menunjukkan tidak
adanya perbedaan antara Tuhan dengan Hambanya.
- Syair
Dagang, bercerita tentang kesengsaraan seorang anak
dagang yang hidup di rantau.
- Asrar al
Arifin fi Bayan Ilmi as Suluk wa at Tauhid (keterangan mengenai perjalanan
ilmu suluk dan keesaan Tuhan), berisi pandangan Hamzah Fansuri tentang
makrifat Tuhan, sifat Tuhan, dan nama Tuhan. Dalam karya ini ia mengatakan
bahwa pada dasarnya syariat, hakikat, dan makrifat adalah sama.
- Syarah al
Asyiqin (minuman orang-orang yang cinta kepada Tuhan). Berisi
antara lain tentang perbuatan syariat, perbuatan tarikat, perbuatan
hakikat, perbuatan makrifat, kenyataan zat Tuhan, dan sifat-sifat Tuhan.
Di sini Hamzah Fansuri memandang Tuhan sebagai yang maha sempurna dan yang
maha mutlak. Dalam kesempurnaan itu, Tuhan mencakup segala-galanya.
Apabila tidak mencakup segala-galanya, Tuhan dapat disebut maha sempurna
dan maha mutlak, karena mencakup segala-galanya maka manusia juga termasuk
dalam Tuhan.
- Syair
sidang faqir
- Syair ikan
tongkol
- Al-Muhtadi
- Ruba’i
Hamzah al-Fansuri
Komentar
Posting Komentar