Menikah dengan Salmah Bibi di Sela-sela Menuntut Ilmu
Sampul Majalah Respon |
Semenjak tinggal di Kota Solo, Abdullah mulai bergaul
dengan teman-teman sebayanya yang juga keturunan dari Timur Tengah. Di Kota
Solo Abdullah melanjutkan pendidikannya di sekolah Islam milik organisasi
dakwah Islam Al Irsyad. Ia mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Menengah
Pertama (SMP) hingga lulus Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sebelum pindah ke Kota Solo, Abdullah sudah mulai
mengenyam pendidikan di sekolah Belanda untuk bumiputera atau dalam bahasa
Belanda disebut Hollandsch-Inlandsche
School (HIS) yang berada di Pacitan. Kemudian melanjutkan menuntut ilmu
lagi di Sekolah dasar Taman Siswa yang berada di Kecamatan Batu, Wonogiri.
Abdullah memilih sendiri bersekolah di Al Irsyad.
Walau pada awalnya Abah Thufail telah menyiapkan sebuah pondok pesantren untuk
dirinya. Ia beralasan bahwa bila menuruti perintah Abah Thufail untuk menuntut
ilmu di tempat yang ditunjukkannya, Abdullah merasa tidak memiliki teman sebaya
yang juga keturunan Timur Tengah. “Dia (Abdullah) sekolahnya di Al Irsyad,”
ungkap Bu Saleh.
Sedangkan menurut Mutohharun Jinnan (2013:75) di
dalam disertasinya yang berjudul “Kepemimpinan Imaamah dalam Gerakan Purifikasi
Islam di Pedesaan”, menyatakan bahwa pendidikan formal Abdullah dimulai di
sekolah Dasar Muhammadiyah di Batu saat beliau berusia 10 tahun. Kemudian
Abdullah melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah
Atas (SMA) di Al-Irsyad di Surakarta.
“Selepas SMA Abdullah Thufail Saputro sempat
mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Cokroaminoto Surakarta tetapi tidak
tamat karena mengembangkan bisnis dan dakwah di masyarakat,” kata putra kelima
Ustadz Dullah, Munir Ahmad, dalam disertasi berjudul “Kepemimpinan Imaamah
dalam Gerakan Purifikasi Islam di Pedesaan.”
Semangat Abdullah menuntut ilmu agama Islam sudah
ditempa oleh ayahnya sejak kecil. Maka tak mengherankan, saat ia menginjak remaja seusai pulang sekolah
Abdullah sering menghabiskan waktunya untuk belajar agama Islam. “Sejak kecil
beliau belajar agama Islam dari ayahnya yang bernama Kyai Thufail Muhammad.
Ketika usianya masih muda, beliau sua?; Novi Yulyastika dalam skripsinya yang
bersumber dari hasil penelitian Sulaiman yang berjudul “Telaah Kasus Majlis
Tafsir Al Qur’an Pusat Surakarta.”
Berkat didikan dari ayahnya, Abdullah selalu
menghabiskan waktu luang sepulang sekolah dengan belajar bersama Habib Hud di
masjid Al Khoir, Sampangan, Kecamatan Pasarkliwon, Kota Solo. “Sepulang sekolah
dia ikut pengajian bersama Habib Hud di masjid (Al Khoir) Sampangan,” cerita
Siti Khadijah.
Menurut Siti
Khadijah, Abdullah juga sering berkeliling untuk belajar agama Islam ke beberapa
pondok pesantren dan kyai. Beberapa ulama yang sempat disambangi oleh Abdullah
bersama Abah Thufail seperti Kyai Dimyati, pendiri dan pengasuh pondok
pesantren Tremas Pacitan, Kyai Mansyur, pengasuh pondok pesantren Popongan
Delanggu Klaten, dan Kyai Ali Darokah, pengasuh pondok pesantren Jamsaren Solo.
Selain itu, Abdullah juga berguru kepada beberapa ulama yang berasal dari
Hadramaut seperti Habib Hud, Assegaf Yun, dan Alwi Al Habsy.
“Bersama tiga ulama ini Abdullah Thufail Saputro
mengkhususkan diri mengasah kemampuan bahasa Arab dan ilmu-ilmu alat seperti
ulumul qur’an, ulumul hadis, nahwu sharaf dan balaghah. Bahasa dan ilmu-ilmu
alat itu sangat penting untuk mempelajari kitab-kitab tafsir dan kitab hadis,”
tulis Mutohharun Jinnan, yang bersumber dari Munir Ahmad, di dalam disertasinya
berjudul “Kepemimpinan Imaamah dalam Gerakan Purifikasi Islam di Pedesaan.”
Di sela-sela kesibukannya dalam menuntut ilmu, Abdullah
juga sering olahraga bersama teman-temannya. Salah satu olahraga yang
digemarinya adalah bermain bulu tangkis. “Pokok
e dia sering mendalami ilmu agama di beberapa tempat dan sering olahraga badminton,” ungkap Khadijah.
Selepas SMA, saat Abdullah berusia 24 tahun. Ia dijodohkan oleh ayahnya dengan seorang wanita yang berasal dari Madiun,
Jawa Timur. Wanita itu bernama Salmah Bibi. Saat dijodohkan dengan Abdullah,
Salmah Bibi baru berusia 20 tahun. Salmah Bibi merupakan wanita keturunan
Pakistan.
Awalnya Abdullah bersikeras menolak perjodohan itu.
Karena ia masih ingin terus belajar agama dan belum berkeinginan untuk menikah.
“Wong ini mau dinikahkan begitu saja. Waa, masih ngamuk-ngamuk. Masih enggak
karu-karuan. Saya masih mau sekolah, saya masih mau belajar (agama),” kata Siti
Khadijah seraya menirukan ucapakan Abdullah yang menolak untuk dinikahkan pada
usia muda.
Seiring berjalannya waktu, hati Abdullah akhirnya
luluh oleh permintaan ayahnya yang terus memaksa dirinya untuk menikah. Selang
tujuh bulan sejak perjodohan itu akhirnya Abdullah menikah dengan Salmah Bibi.
Setelah menikah, Abdullah tetap belajar dan mengajar agama Islam serta memulai bisnis
batu permata.
Dari pernikahannya selama 40 tahun bersama Salmah
Bibi, Abdullah dikaruniai sepuluh orang anak. Mereka adalah Aisyah, Abdul
Ghaffar, Sayidah, Munir Ahmad, Zuraidah, Sumayya, Saidah, Quwais Nashiruddin,
Nasbah Al Yusrah, dan Zakiya Rosyida. “Abdullah itu anaknya banyak,” ungkap
Siti Khadijah yang telah menikah diusia 16 tahun.
***
Komentar
Posting Komentar