Menggenal Orang Tua Ustadz Dullah

gambar Abah Thufail
Cerita tentang masa kecil Ustadz Dullah, secara gamblang dituturkan oleh sang kakak, yaitu Siti Khadijah yang saat ini (2015) berusia 90 tahun. Ia merupakan istri dari Saleh dan dikaruniai dua belas orang anak.
Penulis menjumpai Siti Khadijah di kediaman pribadinya yang terletak di kawasan Semanggi, Pasarkliwon, Solo belum lama ini. Di kediamannya yang sederhana, ia tinggal bersama empat orang anak beserta menantu dan beberapa cucunya. Salah seorang menantunya ada yang membuka usaha menjahit di bagian depan sebelah kanan rumah. Sedangkan di bagian depan sebelah kiri dipakai untuk berjualan makanan oleh anaknya yang lain.

Bersama seorang putrinya, Siti Khadijah mengajak penulis untuk berbincang-bincang di ruang tamu yang merupakan saksi bisu lahirnya gelombang pertama pengajian Tafsir Al Qur’an yang dirintis oleh Ustadz Dullah. Di ruangan kecil inilah pengajian Tafsir Al Qur’an dengan peserta tujuh orang peserta untuk pertama kali digelar. Pelan namun pasti, ruang tamu ini mulai terasa sempit ditempati tatkala peserta pengajian semakin bertambah. Kemudian pengajian berpindah ke Masjid Marwah yang berada tak jauh dari kediaman Siti Khadijah.
Kelompok peserta pertama pengajian Tafsir Al Qur'an 
Tak berlangsung lama, Masjid Marwah pun tak mampu menampung melubernya jamaah pengajian Tafsir Al Qur’an yang kian membludak. Kemudian dibelilah sebidang tanah di samping rumah Siti Khadijah yaitu di jalan Serayu Nomor 12, Semanggi, Pasarkliwon, Solo. Selang beberapa tahun, dibangunlah gedung pengajian yang hingga saat ini masih digunakan sebagai kantor pusat MTA.
Siti Khadijah mengawali kisahnya dengan menceritakan tentang kedua orang tuanya. Menurut nenek yang masih terbilang bagus daya ingatnya ini, ia dan adiknya, merupakan anak dari pasangan suami istri Thufail Muhammad dan Fatma. Ayahandanya, di lingkungan keluarga disebut sebagai Abah Thufail. Ia merupakan warga Indonesia keturunan Pakistan. Sedangkan ibu disebut oleh Siti Khadijah sebagai Mamah bernama Fatma, merupakan wanita Jawa kelahiran Pacitan.
Di usia mudanya, Abah Thufail memilih merantau meninggalkan Pakistan untuk berdagang dan belajar kepada ulama yang berada di Jawa. Selang beberapa tahun tinggal di Pacitan, ia merasa nyaman. Keputusan Abah Thufail untuk tinggal di Indonesia, akhirnya membuatnya menikahi Fatma. Abah Thufail mengenalnya saat belajar agama di Pacitan. Mereka menikah di usia muda. Abah Thufail saat itu baru berusia 20 tahun sedangkan Mamah Fatma baru berusia 15 tahun.
Jika dirunut silsilah keluarganya, Abah Thufail masih keturunan dari raja Pakistan. Bahkan, di usia senja Abah Thufail memilih tinggal di Lahore, Pakistan dan wafat di sana.
“Jadi gini lho ya, abah saya punya abah, abah punya abah lagi, ini rajanya Pakistan. Jadinya kalau orang sini (disebut keluarga) ningrat gitulah. Tapi cuma abah saya tidak mau dipanggil macem-macem, (dipanggil) biasa sajalah,” terang Siti Khadijah yang hanya memiliki selisih umur dua tahun dengan Abdullah.
***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah Penulisan Arab Melayu

Ringkasan novel Edensor

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili