Awal Mula Pengajian Umum Ahad Pagi MTA Solo


Sekembalinya Ustadz Dullah dari Pulau Bali, ia langsung giat merintis kelompok pengajian yang bertemakan kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah di sejumlah tempat. Kegiatan dakwah itu antara lain menjadi penceramah di Balai Muhammadiyah, Nahdhatul Muslimat Kauman dan Pengajian Tauhid yang dilaksakan tiap hari Ahad pagi di Kemlayan, Serengan, Solo.

“Pengajian Tauhid itu adalah pengajian yang diselenggarakan oleh orang Padang yang tinggal di Kota Solo,” kata Ustadz Yoyok serta menjelaskan bahwa Pengajian Tauhid ini bukan merupakan rintisan pengajian umum Ahad Pagi yang rutin diselenggarakan oleh MTA hingga saat ini.


Pada saat-saat itulah Ustadz Dullah mempunyai gagasan untuk menyatukan semua organisasi Islam dalam satu organisasi. Dengan tujuan untuk mengemban tugas mengembalikan amalan umat Islam kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Oleh karena itu, Beliau mengumpulkan organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, PSII, dan Al-Irsyad di gedung Umat Islam Kartopuran, Solo.

Namun sayang, ide cemerlang yang dikemukakan oleh Ustadz Dullah itu berakhir sebagai impian belaka. Hal ini lantaran peserta pada pertemuan tersebut menolak adanya penyatuan dari beberapa organisasi Islam untuk bergabung menjadi satu bentuk lembaga dakwah.

“Pertemuan berlangsung tiga kali dan dipimpin langsung oleh Abdullah Thufail Saputro. Pada pertemuan yang terakhir menghasilkan suatu kesepakatan bahwa ide yang dikemukakannya tidak dapat diterima,” ungkap Dahlan Harjotaruno dalam disertasi “Kepemimpinan Imaamah dalam Gerakan Purifikasi Islam di Pedesaan.”

Tak ingin larut dalam kesedihan karena idenya di tolak, kemudian Ustadz Dullah mendirikan Majlis Tafsir Al Qur’an di Semanggi, Pasarkliwon, Solo. Diawali oleh tujuh orang peserta, dibukalah pengajian Tafsir Al Qur’an angkatan pertama dengan sebutan pengajian gelombang pertama pada Senin, 19 September 1972 di ruang tamu rumah kakak kandung Ustadz Dullah. “Di tempat ini dulu pertama kali buat pengajian Tafsir Al Qur’an mas,” kata Siti Khadijah saat dijumpai dikediamannya.

Selang empat tahun setelah mendirikan lembaga dakwah MTA, Ustadz Dullah mendapat tawaran untuk menjadi penceramah di Pengajian Islam (PI). Tawaran itu datang dari Abdullah Marzuki, seorang pengusaha percetakan dan penerbitan buku Tiga Serangkai, Solo. Lantas Abdullah Marzuki mengajak Ustadz Dullah untuk memberikan ceramah pada pengajian rutin karyawan Tiga Serangkai di gedung dakwah PI. Kemudian kegiatan PI yang rutin diselenggarakan setiap hari Ahad pagi ini diikuti oleh jamaah MTA,  karyawan Tiga Serangkai serta umat Islam pada umumnya.

Selain itu, Ustadz Dullah beserta jamaah MTA juga diajak oleh Abdullah Marzuki untuk bergabung menjadi satu dengan Pengajian Islam (PI) yang telah didirikannya ini. Organisasi gabungan antara MTA dengan PI kemudian diberi nama Majlis Pengajian Islam (MPI). “Mulai tahun 1976 hingga 1979 MTA bergabung dengan PI. Kemudian berdirilah MPI,” tutur Ustadz Yoyok.

Dengan lahirnya MPI, secara otomatis MTA menjadi organisasi nonaktif untuk sementara waktu. Salah satu kegiatan dakwah yang mucul pada era ini adalah pengajian umum yang dilaksanakan tiap hari Ahad pagi. “Kegiatan yang muncul pada era MPI ini adalah pengajian umum Ahad pagi dan membangun sekolah Al Firdaus,” ungkap Ustadz Yoyok.

Namun, dikemudian hari timbul perbedaan pendapat antara Ustadz Dullah dengan Abdullah Marzuki. Sehingga Ustadz Dullah memilih untuk kembali mengalihkan kegiatan MTA ke kantor Pusat MTA di Semanggi, Pasarkliwon, Solo. “Jadi itu pecah (MTA dengan PI), sama beliau (Ustadz Dullah) semua barang-barang (mesin ketik dan alat cetak) di bawa ke Semanggi,” cerita Fathurahman yang merupakan murid gelombang pertama pengajian Tafsir Al Qur’an MTA dan juru ketik brosur MTA.

Lebih lanjut Pak Fathur bercerita tentang kekecewaannya tatkala hubungan MTA dengan PI harus pecah ditengah jalan. “(Sekolah) Al Firdaus itu, dulu warga MTA juga ikut membangun sebelum pecah (dengan PI),” ungkapnya seraya menyatakan bahwa kegiatan pengajian Ahad Pagi dulu di gelar di depan Al Firdaus sebelum pindah ke daerah Kemlayan.

Setelah kejadian itu Ustadz Dullah tetap menggelar kegiatan pengajian Ahad Pagi di kantor Pusat MTA, Semanggi, Pasarkliwon, Solo. Baru dikemudian hari Mudzakir, seorang karyawan pabrik batik di daerah Kemlayan, Serengan, Solo menghadap Ustadz Dullah. Ia datang untuk menawarkan bekas pabrik batik milik majikannya yang sedang dikontrakkan.“(Alm.) Pak Dzakir itu kebetulan kerja disitu. Kemudian bisa di sewa. Pengajian Ahad Pagi pindah di situ (bekas pabrik batik),” tutur Fathurahman yang kemudian menceritakan, di usia senjanya (Alm.) Mudzakir mengabdikan diri sebagai pembuat minuman di SMA MTA Solo.

Pabrik batik yang ditawarkan oleh (Alm.) Mudzakir akhirnya berhasil di kontrak oleh MTA untuk digunakan sebagai tempat pengajian umum Ahad Pagi. Walaupun sudah berhasil mengontrak pabrik, namun warga sekitar menyatakan keberatan dengan adanya pengajian MTA di wilayah mereka. Kemudian warga masyarakat ini membuat surat pernyataan yang berisi penolakan terhadap kegiatan pengajian MTA.

“Beliau (Ustadz Dullah) sampai membuat aturan kalau (sepeda) masuk kampung ini harus di tuntun. Parkirnya pun juga di dalam,” tutur Fathurahman. Lalu ia melanjutkan ceritanya, dengan adanya penolakan dari warga masyarakat ini akhirnya beberapa pengurus MTA menemui warga masyarakat untuk mempertanyakan sikap mereka. “Akhirnya ya sudah selesai. Tapi sama beliau (Ustadz Dullah) diminta berhati-hati,” pungkasnya.

Gedung pengajian umum Ahad Pagi MTA yang berada di Kemlayan, Serengan, Solo terakhir digunakan sebagai tempat pengajian Ahad Pagi sekitar tahun 2008. Hal ini karena jumlah peserta pengajian Ahad Pagi MTA jumlahnya semakin bertambah. Sempat beberapa kali berpindah di SMA MTA Solo dan Pagelaran Keraton Surakarta. Kemudian pengurus beserta warga MTA berembuk untuk menemukan solusi atas masalah tersebut. Lalu muncullah ide untuk memanfaatkan tanah berukuran 1.500 meter persegi yang dimiliki MTA sejak tahun 1990. Sebidang tanah yang terletak di depan Pura Mangkunegaran yang pada awalnya adalah milik Sirat, seorang pengusaha di Solo.

“Saat itu harganya 800 juta disuruh beli 720 juta. Uangnya dari warga kita juga,” tutur bendahara umum MTA, Mansyur Mashuri, dalam artikel “Jamaah Sebagai Tumpuan Hidup” pada majalah Isra’ edisi Februari 2012. Lebih lanjut ia menambahkan, hanya dalam jangka waktu satu tahun, dana itu sudah terkumpul.

Hingga akhirnya sebuah gedung megah mampu didirikan pada sebidang tanah tersebut. Tepat pada tanggal 8 Maret 2009, Presiden kelima RI meresmikan gedung pengajian Ahad Pagi MTA yang terletak di depan Pura Mangkunegaran, Solo.

“Pengajian umum ini diselenggarakan satu minggu sekali pada hari Minggu pagi (Pengajian Umum Ahad Pagi), bertempat di Gedung MTA Jl. Ronggowarsito No. 111 A Surakarta yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 8 Maret 2009,” tulis sekretariat MTA dalam buku Profil Majlis Tafsir Al Qur’an (MTA) Surakarta.

Sejak era kepemimpinan Ustadz Dullah, tiap pengajian Ahad Pagi selalu memberikan brosur berisi kumpulan ayat Al Qur’an dan Hadits yang disesuaikan dalam satu tema. Brosur yang disusun oleh Ustadz Dullah ini menjadi bahan kajian di pengajian Gelombang dan pengajian Kelompok pada tingkat cabang MTA.

Tema-tema pokok di dalam brosur terbitan MTA ini dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok tema. Pertama adalah tema ”Islam sebagai Agama Tauhid.” Tema ini berisi dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits tentang keharusan umat Islam untuk bertauhid sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan Hadits. Kedua, tema tentang ”Sejarah Nabi Muhammad SAW” atau “Tarikh”. Materi ini berisi seputar sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dalam menyebarkan Islam. Ketiga, tema tentang ”Rasulullah sebagai Suri Teladan yang Baik,” berbeda dengan tema yang kedua, brosur yang membahas tema yang ketiga ini lebih menekankan pada masalah akhlak Nabi Muhammad sebagai contoh dalam berbagai aspek kehidupan. Keempat, tema tentang “Ibadah-ibadah yang Dicontohkan Rasulullah,” antara lain masalah salat, zakat, puasa, haji,  Qurban dan Aqiqah.
“Selain keempat tema tersebut juga sesekali diedarkan brosur yang bertema masalah-masalah yang sedang aktual dibicarakan masyarakat, misalnya tentang terorisme,” ungkap Mutohharun Jinnan di dalam disertasinya.
*****

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah Penulisan Arab Melayu

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili

Ringkasan novel Edensor