Siapa Sih Aku?

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Esa, Allah SWT, saya mengawali tulisan biodata narasi ini. Abdul Wahid. Nama yang bagus nan menawan ini disematkan oleh pakdhe saya yang pada saat itu berprofesi sebagai guru agama Islam di sebuah sekolah dasar negeri (SDN). Awalnya beliau memberi nama saya Abdurahman Wahid. Akan tetapi, nama ini oleh Bapak saya dipersingkat menjadi Abdul Wahid. Menurut Bapak saya, bila putra pertamanya ini di beri nama Abdurrahman Wahid, di rasa akan memberatkan diri saya. Bapak beralasan bahwa bila nama itu tetap disematkan kepada diri saya, maka secara tidak langsung saya dituntut untuk lebih baik atau minimal sama dengan sosok seorang ulama kharismatik bernama Abdurrahman Wahid. Hal yang melatarbelakangi pakdhe saya memberikan nama Abdurrahman Wahid kepada saya karena beliau adalah seorang “kyai NU” di desanya dan juga seorang pengagum sosok Gus Dur.

Sebagai seorang laki-laki, saya memiliki hobi jalan-jalan dan menulis ini terlahir di dunia pada 29 Juni 1993. Saya terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Bapak saya bernama Drs. Mujiyanto dan Ibu saya bernama Hendang Siyamsi. Sedangkan kedua adik saya bernama Siti Hamidah Munawwaroh (kelas 2 SMA di Solo) dan Syarifah Hasna (kelas 4 SDIT di  Munggur, Karanganyar).

Saya mengawali pengembaraan di dunia pendidikan mulai tahun 1997 ketika memasuki Taman Kanak-Kanak (TK) Bhakti 5 Kuto. Pendidikan di jenjang TK ini saya tempuh selama 3 tahun. Setelah lulus dari TK pada  tahun 2000, kemudian saya melanjutkan pendidikan di SDN 5 Kuto, Karanganyar selama dua tahun. Seingat saya, saya pindah sekolah karena saya sering berbuat nakal dan bikin onar. Selanjutnya saya berpindah sekolah di SDN 3 Mojodoyong, Sragen hingga lulus pada tahun 2006.

Pendidikan tentang kemandiriann mulai saya dapatkan ketiika melanjutkan sekolah di SMP MTA Gemolong. Di sekolah ini saya tinggal di asrama dan jauh dari orang tua. Kehidupan asrama memaksa saya untuk menunaikan sholat wajib lima waktu di masjid, naik bus sendiri, mencuci, menyetrika, dan merapikan peralatan tidur sendiri. Sungguh, kehidupan di asrama ini awalnya saya rasakan sangat berat. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai terbiasa dengan kehidupan asrama dan saya pun merasa nyaman tinggal di asrama.

Waktu tiga tahun tinggal di asrama SMP MTA Gemolong terasa singkat saat acara akhirussanah berlangsung. Semua kenangan ketika tinggal di “penjara suci” terhenti sudah setelah acara ini berakhir sungguh akhir yang menyenangkan. Lalu saya melanjutkan pengembaraan mencari ilmu ke SMA MTA Surakarta dan tinggal di asrama yang berada di pinggir kali Bengawan Solo. Salah satu alasan saya melanjutkan studi di SMA MTA Surakarta adalah karena Ibu saya pernah menempuh pendidikan di tempat ini sebagai salah satu siswi angkatan kedua. Di tempat pendidikan ini saya duduk di bangku kelas X-1, XI-IPS 2, dan XII-IPS 2 dengan riang gembira tanpa pernah menunggak kelas. Tidak hanya sekolah, saya juga pernah aktif berorganisasi dengan menjadi pengurus osis SMA MTA hingga menjadi ketua Rohis SMA MTA pada periode 2010-2011.

Pada tahun 2012 saya lulus dari SMA MTA Solo. Kemudian melanjutkan pendidikan di jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS) dengan susah payah. Perjuangan untuk melanjutkan kuliah di UNS saya awali dengan mengikuti bimbel di sma mta dan beberapa kali mengikuti try out snmptn. Sungguh, pada saat itu saya berfikir untuk masuk perguruan tinggi butuh perjuangan yang berat.

Saat ini saya sedang menyelesaikan kuliah dan mengerjakan skripsi dengan bantuan pembimbing, Prof. Bani Sudardi, dan penelaah, Bagus Kurniawan. Selain kuliah, saya juga mengisi waktu dengan menjadi wartawan di portal berita Islam Muslimdaily.net. Demi mengembangkan hobi menulis, saya aktif dibeberapa forum kepenulisan seperti, Pakagula Sastra Karanganyar, Forum Lingkar Pena (FLP) Solo Raya, dan Komunitas Soto Babat. Selain itu, saya pernah mendirikan Forum Penulis Muda MTA. Namun sayang, forum ini kandas di tengah jalan dan sebagian anggota forum ini bergabung menjadi kru majalah Cahaya Hati.

Selain kuliah dan mengembangkan hobi menulis, saya juga sudah merintis usaha penerbitan buku. Usaha ini saya dirikan bersama beberapa teman-teman saya pada pertengahan tahun 2014 hingga sekarang. Usaha kecil-kecilan ini kami beri nama GarengPung Media Kreatif. Makna dari nama GarengPung adalah seekor binatang kiriman Allah SWT yang bertugas memberi peringatan manusia akan terjadinya musim kemarau panjang/serangan penyakit/hama. Namun, pertanda dari hewan ini sekarang sudah tidak lagi dipergunakan. Sudah kalah dengan teknologi modern saat ini. Mungkin di pelosok pedalaman negeri ini masih dimanfaatkan masyarakat sebagai alarm bangun tidur alami. GarengPung memiliki kantor dengan lamat di Jalan Melati Nomor 7 Purwosari, Solo, Jawa Tengah, Indonesia.

Demikian tadi sekilas tentang diri saya. Mohon maaf bila ada sisi-sisi kehidupan saya yang belum sempat tertulis.. Mengingat saya hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki banyak sekali salah.

Saya dengan kesadaran penuh telah bertekad untuk menikah dengan seorang wanita sebelum saya menyelesaikan perkuliahan. Mungkin banyak orang yang mencibir tekad yang saya utarakan ini. Tapi, saya tetap memiliki tekad ini karena saya memilih untuk tidak melakukan tindakan pacaran. Saya memilih langsung menikah dengan jalur “ta’aruf.” Ketika saya ditanya tentang kriteria calon pendamping hidup, saya selalu menjawab bahwa calon saya adalah “seorang wanita yang melaksanakan sholat.” Hanya itu. Tak ada syarat atau kriteria lain yang saya ajukan seperti umurnya harus lebih muda dari saya, harus anak orang kaya, harus memakai kerudung besar dll. Terakhir, semoga engkau (entah siapapun itu) yang membaca tulisan ini sudi untuk menjalin ikatan cinta di bawah naungan illahi. Amin.

 

Abdul Wahid

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah Penulisan Arab Melayu

Ringkasan novel Edensor

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili