Cahaya Peradaban itu Bernama Muslim

Oleh: Abdul Wahid*

Judul               : Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim
Penulis             : Salim A. Fillah
Penerbit           : Pro-U Media
Tebal buku      : 436 halaman
Cetakan           : 2007
ISBN               : 979-1061-03-3


Jadilah kau bintang
Berkilau dipandang orang
Di atas riak air, dan sang bintang jauh meninggi (halaman: 407)

Membangun sebuah rumah diawali dengan membuat pondasi yang kuat agar rumah tidak mudah roboh. Pancang-pancang dibuat menjulang ke langit. Batu bata disusun rapi dengan adukan semen bercampur pasir dan gamping untuk membuat tembok kokoh yang mampu memberikan rasa aman bagi penghuninya. Rangka-rangka atap disusun dengan jeli agar mampu menahan beban genting dari terpaan teriknya sinar mentari dan derasnya hujan. Begitu pula menjadi seorang muslim. Ia adalah seorang manusia yang jiwa raganya hanya beriman kepada Allah SWT. Sosok manusia sempurna seperti ini sama halnya dengan rumah yang tersusun dari beberapa bagian. Buku Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim menyuguhkan penggalan-penggalan kisah hikmah masa lalu yang mengajarkan kepada pembaca untuk menjadi seorang muslim sejati.

Dikenal sebagai penulis muda produktif yang mampu mengabungkan kisah hikmah dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah, Salim A. Fillah kini telah menjelma menjadi seorang sastrawan muslim. Pria kelahiran Yogyakarta pada 21 Maret 1984 silam ini telah menulis kurang lebih enam buku dengan predikat best seller. Dengan latar belakangnya sebagai seorang dai, ia mampu merangkai kata-kata yang bernilai dakwah Islam dengan indah dan penuh keberanian. Salim A. Fillah memiliki gaya melompat lincah, meliuk cepat, kadang syahdu serta berirama dalam merangkai kata.
Pondasi utama seorang muslim adalah sebuah kalimat yang mampu mengetarkan jiwa, yaitu kalimat tauhid Laa illa ha illa Allah, Muhammadan ar-rasulullah, tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah. Tema tentang tauhid ini menjadi bagian pembuka dari buku Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim. Salim A. Fillah sebagai penulis membagi isi buku menjadi enam bagian. Pada tiap bagian memiliki tema tersendiri dan berkelanjutan dengan tema yang ada di bagian selanjutnya. Diawali dengan tema penanaman tauhid sebagai pondasi awal seorang muslim kemudian berlanjut dengan rasa kecintaan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Bagian ketiga penulis mengajak pembaca untuk selalu rindu kepada Allah SWT dengan memperbanyak beribadah. Kemudian di dua bagian berikutnya penulis mengajak pembaca untuk membagun interaksi sosial dengan penuh cinta dan menyebarkan kebaikan penuh kasih sayang serta inspirasi kepada sesama muslim. Menata Busana Bertiara merupakan judul yang terdapat di bagian terakhir buku ini yang membahas tentang perbaikan budaya suatu bangsa agar menjadi budaya yang luhur dan Islami.
Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh buku ini adalah penulis mampu menuliskan gagasannya dengan runtut bagaikan membangun sebuah rumah. Diawali dengan membuat pondasi dan diakhiri dengan hiasan pelengkap rumah. Penulis mengawali tulisannya mengenai kejahiliyahan manusia yang menyekutukan Allah SWT dengan berhala dan logika berpikir perantara yang sarat akan paham sekuler. Sesungguhnya, logika perantara ala jahiliah ini bertentangan diametral dengan logika Islam (halaman 24). Di bagian ini pula penulis mengajak pembaca untuk membangun pondasi tauhid yang kuat dengan menyuguhkan kisah-kisah kehinaan orang jahiliyah zaman dahulu yang menyekutukan Allah SWT.
Setiap mengungkapkan suatu masalah, penulis selalu menukilkan penggalan Al Qur’an disertai dengan keterangan nama surat dan nomor ayat. Seperti sebuah ayat Al Qur’an yang tertulis di halaman 195, “Dan orang kafir. Amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tapi bila didatanginya, tak ada yang ia temukan...” (Q.S. an-Nuur [24] : 39). Selain itu, penulis mampu memberikan definisi yang indah nan menyejukkan tentang gelar muslim, yaitu gelar agung yang sejak semula disandang para guru peradaban cahaya (halaman 84).
Tak ada gading yang tak retak. Di balik kelebihan buku ini terdapat pula kelemahan yang melengkapinya. Kelemahan yang terdapat di buku ini meliputi gaya penyampaian yang dilakukan oleh penulis. Dalam menuliskan gagasannya, penulis sering berbelit dalam menjelaskan suatu hal dan “menyuruh” pembaca untuk memberikan kesimpulannya sendiri. Seperti saat penulis menjelaskan tentang asal usul sebutan Abu Jahl yang disematkan kepada ‘Amr ibn Hisyam. Berikut kutipannya, dari cakupan makna jahiliyah yang luas dan membuat bergidik ini, juga mengingat sepak terjangnya selama hidup, saya tak lagi usil bertanya mengapa ‘Amr ibn Hisyam dipanggil Abu Jahl (halaman: 17).
Di bagian lain buku ini terdapat kelemahan yang serupa, yaitu saat penulis menjelaskan secara berbelit dengan “menyuruh” pembaca untuk mengambil kesimpulan dari gagasan yang telah ia tulis. Berikut kutipannya,  Lalu, bagaimana kesimpulannya? Tentu setiap penulis ingin pembacanya selalu sepakat dengan pandangannya. Maka dia menyimpulkan. Padahal, adanya kesimpulan, kata Martin H. Fischer, adalah pertanda kita telah lelah berfikir. Pembaca sejati, selayaknya tak ada kata lelah berpikir bagi kita, bukan? (halaman: 435).
Saya bersyukur menjadi seorang muslim. Mungkin ini adalah kalimat yang tepat untuk mewakili luapan kegembiraan pembaca setelah menghayati isi buku yang ditulis oleh Salim A. Fillah. Buku ini layak di baca oleh para remaja yang sedang berproses menjadi seorang muslim sejati. Tak hanya kalangan remaja, para orangtua yang sedang mengalami kerinduan terhadap sosok muslim sejati sangat layak untuk membacanya. Dan terakhir, saya ucapkan selamat membaca agar Anda termasuk salah satu cahaya peradaban (seorang muslim sejati) yang tersulut api semangat dari buku Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim.

*Seorang jomblo yang sedang menyelesaikan kuliah di jurusan Sastra Indonesia UNS. Ia aktif di forum literasi seperti Pakagula Sastra Karanganyar, Forum Lingkar Pena (FLP) Solo Raya, dan Komunitas Soto Babat.

**Resensi ini menjadi finalis dalam lomba menulis resensi yang diadakan oleh perpustakaan Masjid Nurul Huda UNS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah Penulisan Arab Melayu

Ringkasan novel Edensor

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili