Memaknai Nilai Religiusitas Pada Sosok Ahmad Tohari

Bagi saya, Pak Ahmad Tohari merupakan seorang penulis hebat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sebab, ia mampu membuat karangan dengan latar pedesaan yang sangat mendetail. Sebagai contoh adalah suasana penderitaan warga desa dukuh parug yang ditulisnya secara mendetail dalam trilogi Ronggeng Dukuh Parug.

Pernah suatu ketika saya jagongan dengan Pak Ahmad Tohari. Saat itu saya berbincang mengenai perkembangan sastra Islam di Indonesia. Pak Ahmad Tohari menyampaikan, sastra Islam memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan sastra Indonesia. Menurutnya, hal ini karena banyak sastrawan yang melahirkan karya sastra Islam. Lebih lanjut ia mengatakan, karya sastra Islam seharusnya memiliki tempat tersendiri di masyarakat bahasa sepanjang masa seperti novel Ronggeng Dukuh Parug. “Novel saya ini sudah cetak 16 kali dan berumur 36 tahun,” ungkap penulis kelahiran Purwokerto, Kabupaten Banyumas.
Pak Ahmad Tohari sempat bercerita banyak hal ketika saya tanya tentang proses kreatif Pak Ahmad Tohari saat menulis buku trilogi Ronggeng Dukuh Parug? Lalu ia bercerita panjang lebar tentang masa-masa awal menulis. Pertama kali ia menulis cerita pendek. Tulisan itu menurutnya adalah tulisan terjelek yang pernah ia buat. Kemudian tulisan itu ia buang di tempat sampah. Sampai akhirnya, setelah tulisan yang kesembilan belas baru berani ia kirimkan ke sebuah majalah lokal. Alhamdulillah, tulisannya ini diterbitkan dan semenjak saat itu juga Pak Ahmad Tohari terus memperbaiki kualitas tulisannya.
Trilogi novel yang terbit pada tahun 1982 ini berkisah tentang pergulatan penari tayub di dusun kecil yang bernama Dukuh Paruk. Kejadiannya adalah pada masa pergolakan pemberontakan komunis. Karyanya ini dianggap kekiri-kirian oleh pemerintah Orde Baru, sehingga Pak Ahmad Tohari diinterogasi selama berminggu-minggu. Hingga akhirnya Pak Ahmad Tohari menghubungi sahabatnya Gus Dur, dan akhirnya terbebas dari intimidasi serta jerat hukum.
Hal yang paling berkesan bagi saya saat berjumpa dengan Pak Ahmad Tohari adalah tatkala ia menyampaikan, trilogi Ronggeng Dukuh Parug ini merupakan tulisan religi yang bernapaskan Islam. Saya bingung dengan perkataan Pak Ahmad tohari ini. Namun, saya baru bisa memahami perkataan Pak Ahmad Tohari ini setelah selesai membaca trilogi novel Ronggeng Dukuh Parug.
Sungguh, saya kagum dengan gaya tulisannya Pak Ahmad Tohari ini. Walau saat ini ia hanya bekerja di kebun dan beternak, namun ia mampu membuat novel yang hebat. Novel yang mampu menjelaskan tentang ronggeng secara “vulgar” hingga menjadi novel religi yang menjadi bacaan anak pesantren. Berikut kutipan singkatnya, “Karena tak pernah atau tak mampu mengembangkan akal budi pula, tanah airku yang kecil sesungguhnya tak pernah berusaha menyelaraskan diri dengan selera Ilahi. Ibuku telah sekian lama terlena dalam krida batin yang naif, kenaifan mana telah melahirkan antara lain ronggeng-ronggeng Dukuh Paruk. Ronggeng sendiri mestinya tiada mengapa bila dia memungkinkan ditata dalam keselarasan agung. Namun ronggeng yang mengembangkan wawasan berahi yang primitif ternyata tidak mendatangkan rahmat kehidupan.” (Jantera Bianglala)

Pak Ahmad Tohari berpesan kepada saya agar tidak mudah putus asa dalam berlatih menulis. Di samping itu, ia menjelaskan bahwa dalam menulis haruslah ikhlas dan memiliki tujuan. “Saya menulis Ronggeng Dukuh Parug ini dengan ikhlas,” ungkapnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah Penulisan Arab Melayu

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili

Ringkasan novel Edensor