Rapot ni Angka Pidong, Cerita Rakyat dari Batak
Burung Patiaraja (sejenis
burung kecil) adalah burung yang merupakan raja dari segala unggas. Wakilnya
adalah burung Imbulubuntal. Pada suatu hari Amporik (sebangsa unggas pemakan
padi) datang menghadap burung Patiaraja memohon agar dia dapat diangkat menjadi
hakim penimbang dalam sidang-sidang. Sebagai dasar permohonannya dia
menggemukakan bahwa dia mempunyai kelebihan dari bangsa unggas yang lain, yaitu
dia dapat memperalat manusia untuk menyediakan makanannya. Jika padi
orang-orang sudah masak tak dapat tidak dialah yang pertama kali merasainya. Bagaimanapun
kuasanya atau kayanya seseorang pemilik padi tersebut tetapi bangsa unggas
inilah yang selalu pertama kali memetik hasil jerih payah petani ini.
Untuk mempertimbangkan
permohonan Amporik, burung Patiaraja mengundang seluruh bangsa unggas yang
termasuk anggota kerajaannya untuk bersidang. Akan tetapi, permohonan Amporik
mendapat tantangan dari para pengikut sidang. Sebab Amporik adalah mahkluk yang
tidak tahu diri. Amporik tidak menyadari bahwa bangsanya turun-temurun hidup
dan dibesarkan dari hasil perbuatan mencuri dan merampas harta orang. Tak
pantaslah seorang (seekor) pencuri dijadikan hakim penimbang. Sebab seorang
hakim adalah penegak keadilan dan kejujuran.
Setelah Amporik datang
pulalah menghadap kepada burung Patiaraja wakil dari bangsa unggas yang lain
masing-masing mengajukan permohonannya. Antara lain, burung Layang-Layang
dengan mengemukakan kelebihannya bahwa dia adalah burung yang paling tangkas
terbang dari unggas yang lain. Lagi pula kalau dia terbang selalu melebihi
unggas yang lain. Bahkan kepada bangsa manusia pun dia tidak segan-segan membuang
kotorannya. Oleh sebab itu sangat pantaslah dia dijadikan raja (penimbang
hakim). Akan tetapi permohonannya itu dengan tegas ditolak oleh burung
Patiaraja karena segala hal yang dikemukakannya itu tidak dapat dipakai sebagai
dasar untuk mendukung permohonannya. Sebab membuang kotoran kepada mahkluk lain
apalagi kotoran sendiri adalah perbuatan najis dan tidak sopan. Perbuatan
demikian tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat.
Tiba-tiba burung Lali
Piuan (sejenis burung elang yang badannya agak kecil dari burung biasa tapi
sangat cepat terbangnya) dengan lantang mengemukakan kelebihannya katanya,
“Sayalah yang pantas memangku jabatan hakim penimbang. Bukankah seorang pejabat
itu harus penuh wibawa? Wibawa itu ada padaku. Buktinya jika aku lewat semua bangsa
unggas yang lain menyingkir dan menyembunyikan diri.” Dengan tegas burung
Patiaraja menampik usul Lali Piuan sambil berkata kepada Lali Piuan, “adapun
burung yang lain takut padamu bukanlah karena mereka segan padamu, tetapi
sifatmu yang jahat dan buas. Karena mahkluk lain yang tidak bersalah dan tidak
tahu apa-apa selalu kau jadikan korbanmu dan pemuas kerakusanmu. Sebenarnya
tidak kau sadari kutukan yang telah kau terima akibat perbuatanmu yang sadis
itu. Semua bangsamu yakni seluruh bangsa unggas telah membenci dan
menyingkirkanmu dari pergaulan baik-baik. Akibatnya engkau selalu mencari
tempat tinggal di tebing yang curam yang susah dicapai oleh mahkluk lain.
Sehingga kau tidak mempunyai tetangga yang akan menolongmu jika kau sakit atau
mendapat celaka. Maka kau tidak pantas dijadikan hakim penimbang. Sebab seorang
pejabat atau pemimpin itu adalah orang yang dicintai sesamanya.” Demikianlah
semua wakil-wakil bangsa unggas itu saling mengajukan permohonannya untuk diangkat
menjadi hakim penimbang.
Komentar
Posting Komentar