Jangan Lupakan Peranku


Abdul Wahid
Mahasiswa Sastra Indonesia
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki kekayaan budaya. Dengan semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika”, maka meskipun berbeda-beda budayanya masyarakat Indonesia tetap satu  juga, yaitu satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Ketiga hal itu tertuang dalam  ”Sumpah Pemuda”  yang  telah  diikrarkan  jauh  sebelum  Indonesia  merdeka, yakni pada  28  Oktober  1928.
Sumpah pemuda itu sampai sekarang masih terus dijaga demi keutuhan Negara  Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta. Sebagai salah satu janji dalam ”Sumpah Pemuda”, bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa pemersatu  bangsa. Bahasa Indonesia sebagai  bahasa pemersatu bangsa lahir  dengan latar belakang psikologis,  bahwa  pemiliknya  adalah  bangsa  yang  sama-sama  pernah  terjajah  dan tertindas, sehingga ingin bersatu agar menjadi bangsa yang kuat. Untuk itu dirasakan perlunya alat pemersatu yang dijunjung dan dimiliki bersama, yaitu bahasa Indonesia.
Selain memiliki peran sebagai Bahasa pemersatu, bahasa Indonesia juga memiliki peran sebagai alat untuk membentuk karakter anak bangsa. Di tengah degradasi moral saat banyak mahasiswa yang disebut-sebut sebagai Agen of Change tidak memerdulikan karakter. Banyak mahasiswi kita yang tidak lagi perawan akibat pergaulan bebas. Ada juga mahasiswa yang menerapkan sistem TA (Titip Absen) dalam kegiatan perkuliahannya. Hal ini mereka lakukan agar mereka terhindar dari rekapitulasi daftar hadir yang apabila kehadiran mereka di bawah standar yang telah ditentukan, maka tidak bisa mengikuti ujian. Masih banyak lagi kasus-kasus dari kaum intelektual yang tidak mencerminkan watak berkarakter. Semua ini menandakan bahwa perlu adanya solusi untuk membangun kembali karakter anak bangsa pada saat ini.
Peran bahasa dan sastra adalah salah satu solusi dalam membangun karakter bangsa. Bahasa sangatlah melekat bagi kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Tanpa bahasa, bangsa ini tidak akan bisa melangsungkan kehidupan. Karena dalam pelaksanaan kehidupan bernegara tidak akan lepas dari komunikasi dan komunikasi sendiri membutuhkan media bahasa. Akan tetapi, belakangan ini juga ada kasus-kasus yang menjadikan bahasa Indonesia terkesampingkan. Banyaknya anggota masyarakat yang lebih memilih sibuk mempelajari bahasa asing untuk kepentingan pribadinya ketimbang mempelajari bahasa yang lahir di bumi pertiwi. Padahal bahasanya sendiri belum tentu bisa ia kuasai. Ada juga masyarakat yang mempergunakan bahasa-bahasa yang acap kali mereka sebut sebagai bahasa gaul atau bahasa Alay. Hal ini justru merendahkan kualitas bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia yang seharusnya menjadi media penyatu suku-suku bangsa dalam rangka terciptanya bangsa Indonesia yang benar satu, solidaritas tinggi, dan persatuan semakin tercipta.
Begitu juga halnya dengan sastra. Sastra memiliki kekuatan tersendiri dalam membentuk karakter anak bangsa pada zaman dahulu. Akan tetapi, pada zaman modernisasi saat ini yang namanya sastra sudah tak lagi dihiraukan. Padahal jika kita melihat zaman dulu, peranan sastra sangat kental dalam pelaksanaan kehidupan bangsa Indonesia. Presiden pertama Republik Indonesia misalnya. Presiden Soekarno sangat mengagumi seorang penyair monumental yang bernama Chairil Anwar. Chairil Anwar sendiri adalah seorang sastrawan yang berpengaruh dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Dalam setiap pidato kepresidenan, Soekarno sering menggunakan kata-kata puitis yang menimbulkan nilai estetika dan bermakna tinggi. Kata-kata puitis tersebut menjadikan rakyat terkesima dan membuat kepemimpinannya berhasil. Setiap Soekarno akan berpidato, pasti masyarakat selalu menantikan pesan puitis apa yang akan disampaikan. Karena kalimat dalam pidato Soekarno selalu mengandung makna yang menggugah dan seakan-akan menjadi sebuah langkah pasti suatu bangsa.
Intinya bahasa dan sastra sangatlah berpengaruh bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, mari kita bersama-sama membentuk karakter bangsa melalui bahasa dan sastra. Karena bahasa menunjukkan bangsa dan sastra adalah penguat bangsa! (Majalah Respon)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah Penulisan Arab Melayu

Ringkasan novel Edensor

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili