Kemanakah Kau? Wahai Pemuda!


Berikan aku 1000 orang tua, niscaya  akan ku cabut Semeru sampai ke akarnya,…
Berikan aku 1 pemuda, niscaya  akan ku guncang dunia,..!
                                                                                                (Bung Karno)
            Bung karno sang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia telah jauh – jauh hari berwasiat kepada para pemuda dinegeri ini bahwa merekalah yang memiliki peran besar dalam mengubah tatanan peradaban dunia dan pemuda juga sebagai tumpuan kekuatan dari bangsa Indonesia di masa yang akan datang.
            Namun sayang, pemuda di negeri ini telah terlena dengan kehidupan fantasinya seperti pacaran, pergaulan bebas, merokok, miras, mencuri, membolos dan berbagai perbuatan buruk lainya tanpa mau berfikir untuk bagaimana melanjutkan perjuangan para pahlawan dalam menciptakan sebuah negara agraris terbesar ini. Pemuda negeri ini malah senang saling melukai satu sama lain (tawuran antar pelajar, antar mahasiswa, antar kampung) daripada berfikir bagaimana caranya menyatukan keberagaman dan kesatuan bangsa yang telah mereka nodai. Pemuda negeri ini juga lebih gemar melamun daripada merenung. Antara merenung dengan melamun jelas memiliki makna yang sangat berbeda, merenung merupakan sebuah upaya untuk mereview kembali segala kegiatan yang telah  dikerjakan dan dijadikan acuan untuk melakukan suatu perbuatan di masa yang akan datang. Sementara melamun identik dengan pikiran kosong yang melalang buana tanpa makna.
Oleh karena itu, dalam membangun generasi muda, penguasa negeri ini harus berani membuat sebuah sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan otak. Namun juga mencerdaskan hati nurani. Negara ini sangat membutuhkan orang - orang yang mempunyai otak cerdas, namun juga memiliki pikiran yang waras. Maka dari itu, tidak ada pilihan  lain bagi para penguasa di negeri ini dalam mencetak generasi muda yang tangguh, kecuali dengan pendidikan kepada generasi muda lebih di orientasikan pada pembangunan moral dan spiritual dengan memberikan komposisi yang proporsional bagi ilmu - ilmu agama serta budi pekerti, terutama dijenjang perguruan tinggi. Penggunaan ilmu pengetahuan yang hanya bersifat logika harus dikekang dengan kendali moral dan keimanan yang kuat, agar ilmu yang ia miliki dapat bermanfaat bagi manusia itu sendiri dan bagi manusia yang lain, atau dalam perumpamaan lain manusia selain harus pandai, juga harus berwatak serta berkarakter kuat. Hasil dar pengabunggan dua pengetahuan ini akan melahirkan generasi muda yang akan menbawa bangsa kita bangkit dari keterpurukan sosial dan krisis moral menuju kepada bangsa yang memiliki karakter kuat serta berkepribadian luhur. Maka pantaslah bagi saya selaku penulis untuk bertanya kepada para pemuda yang memiliki visi untuk menciptakan pendidikan berkarakter:
Kemanakah engkau?
Wahai Pemuda,!
(Abid)









(penulis sedang berpose dengan bang Tere liye (Penulis Best Seller Hafalan Sholat Delisa) yang sedang menandatangani bukunya :D)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah Penulisan Arab Melayu

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili

Ringkasan novel Edensor