Mewujudkan Pelajar Pancasila yang Wasis dengan Cinta Literasi Sejak Dini

Oleh: Abdul Wahid


Pelajar Pancasila? Apa yang ada dalam benakmu tentang pelajar Pancasila? Mungkin sebagian kalian ada bingung tentang definisi Pelajar Pancasila. Saya pun sebagai penulis awalnya juga agak bingung mengenai hal ini. Namun, kebingungan saya akhirnya terjawab dengan beberapa berita yang saya baca di portal berita daring.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Mendikbud RI), Nadiem Makarim, ada enam profil pelajar pancasila. Pertama, bernalar kritis agar bisa memecahkan masalah. Kedua, kemandirian, yaitu siswa secara independen termotivasi meningkatkan kemampuannya, bisa mencari pengetahuan serta termotivasi. Ketiga, adalah kreatif, di mana siswa bisa menciptakan hal baru, berinovasi secara mandiri, serta mempunyai rasa cinta terhadap kesenian dan budaya. Keempat, gotong-royong, di mana siswa mempunyai kemampuan berkolaborasi yang merupakan softskill utama di masa depan agar bisa bekerja secara tim. Kelima, kebhinekaan global yang merupakan upaya agar siswa mencintai keberagaman budaya, agama dan ras di negaranya serta dunia, sekaligus menegaskan mereka juga warga global. Keenam, berakhlak mulia. Di sinilah moralitas, spiritualitas, dan etika berada.

Berdasarkan penjelasan dari Mendikbud RI di atas, saya sudah sedikit banyak paham mengenai apa dan siapa Pelajar Pancasila itu. Pasti demikian halnya kalian sebagai pembaca. Maka, saya akan mencoba mengupas keterkaitan seorang Pelajar Pancasila dengan kecintaan literasi pelajar Indonesia sejak dini.

Literasi sendiri pada hakikatnya adalah kemampuan dasar seorang manusia untuk membaca, memahami, kemudian menuliskan ide-idenya. Aktivitas literasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam menghadapi perubahan sosial. Jadi, seorang Pelajar Pancasila akan menjadi wasis atau cerdik pandai bila ia mampu membudayakan literasi dalam kehidupannya.

Seorang pelajar Pancasila yang wasis, bila berujar tak sekadar ucap. Ia juga tidak mudah menerima suatu berita tanpa membacanya. Ia pun tak akan mudah menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya atau hoaks.

Hal pertama dalam membudayakan literasi adalah gemar membaca. Sedini mungkin kegiatan gemar membaca harus ditanamkan kepada pelajar. Cara meningkatkan minat gemar membaca dikalangan pelajar memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Salah satu kendalanya, pelajar saat ini lebih senang berdiam diri dengan gawainya ketimbang berdiam diri dengan membaca buku. Terlebih, bila di perpustakaan hanya berisi buku pelajaran yang tak mengoda. Semakin membuat suram minat membaca. Selain itu, anak zaman sekarang lebih lebih giat menonton tv karena menyuguhkan berbagai hiburan.

Pemerintah harus segera mengiatkan budaya literasi dengan mengadakan buku yang menarik dan berkualitas. Agar pelajar tidak lupa dengan budayanya karena tak pernah diajari membaca. Andaikan pelajar Indonesia sudah mempunyai minat untuk membaca, tak perlu disuruh oleh gurunya pun mereka dengan senang hati akan ke perpustakaan. Ramailah perpustakaan dengan kegiatan membaca. Maka, terpujilah bagi mereka yang bergiat di kegiatan literasi. Mereka dengan gigih menyebarkan bacaan kepada pelajar yang haus ilmu pengetahuan. Berkat merekalah, anak-anak bangsa ini mampu berpikir seluas cakrawala. Menembus batas wilayah melambungkan impiannya dengan menuliskan segala impiannya.

Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang memiliki keanekaragaman seni, budaya, ras, dan agama. Kekayaan intelektual ini akan hilang bila tak ada literasi yang mengikatnya. Mari kita menjadikan kegiatan literasi sebagai budaya yang kita wariskan kepada anak cucu bangsa Indonesia. Supaya mereka mampu menjadi Pelajar Pancasila sejak kecil.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah Penulisan Arab Melayu

Ringkasan novel Edensor

Biografi, Karya, dan Pemikiran Abdul Rauf Al-Singkili